Bloomberg Technoz, Jakarta – Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) mendesak pemerintah mengevaluasi revisi Undang-Undang Minerba yang mengakomodasi pemberian izin usaha pertambangan (IUP) untuk UMKM dan koperasi.
Terlebih, belum lama ini terbukti banyak koperasi yang dibekukan izinnya akibat tidak menempatkan dana jaminan reklamasi.
Ketua Umum Perhapi Sudirman Widhy Hartono berpendapat operasional pertambangan yang baik dan memenuhi kaidah good mining practice (GMP) membutuhkan biaya investasi serta operasional yang cukup tinggi.
Sudirman meragukan bahwa UMKM dan koperasi dengan kemampuan finansial yang terbatas dapat memenuhi kaidah tersebut.
“Kasus kejadian ini membuktikan apa yang kami khawatirkan benar adanya. Akan lebih baik jika UMKM dan koperasi tersebut lebih didorong untuk mengisi sektor jasa penunjang kegiatan pertambangan saja [mining services contractor] daripada menjadi pemegang IUP,” kata Sudirman ketika dihubungi, Kamis (25/9/2025).

Adapun, 190 IUP perusahaan pertambangan mineral dan batu bara (minerba) dibekukan Direktur Jenderal (Dirjen) Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) per 18 September 2025.
Dalam surat Dirjen Minerba Nomor T-1533/MB.07/DJB.T/2025 tgl 18-Sept-2025, perusahaan tambang tersebut diberhentikan sementara operasionalnya karena belum menempatkan jaminan reklamasi.
Sebelumnya, padahal, Kementerian ESDM telah memberikan surat peringatan pertama pada 10 Desember 2024, surat peringatan kedua pada 16 Mei 2025, dan surat peringatan ketiga 5 Agustus 2025.
Menurut Sudirman, langkah yang dilakukan Kementerian ESDM dengan mengirimkan surat peringatan tersebut sudah cukup tepat, sebelum memberhentikan operasional tambangnya.
Akan tetapi, dia menilai langkah tersebut belum cukup dan menyarankan agar Kementerian ESDM memanggil langsung pimpinan perusahaan tambang tersebut dan menagih kewajibannya secara langsung.
“Sebaiknya pemerintah juga memanggil terlebih dahulu pimpinan perusahaan untuk dimintakan komitmennya mengenai jadwal penempatan jaminan reklamasi sebelum mengeluarkan surat penghentian sementara,” tegas dia.
Terkait dengan itu, Sudirman menjelaskan penempatan jaminan reklamasi merupakan kewajiban perusahaan tambang yang harus dipenuhi sebagaimana tertuang dalam Pemerintah (PP) No. 78/2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang.
Reklamasi pasca tambang dinilai penting dilakukan sebab menjadi bagian dari komitmen atas pengelolaan lingkungan hidup, dengan memastikan lahan yang terganggu akibat kegiatan pertambangan kembali dipulihkan.
“Sebagai bagian dari komitmen kepedulian atas pengelolaan lingkungan hidup pertambangan dengan memastikan lahan yang terganggu akibat kegiatan tambang dapat ditata, dipulihkan, dan diperbaiki kualitas lingkungan serta ekosistemnya agar berfungsi kembali sesuai peruntukannya,” pungkas Sudirman.
Untuk diketahui, Direktur Jenderal (Dirjen) Minerba Kementerian ESDM Tri Winarno menjelaskan 190 perusahaan yang IUP-nya dicabut tersebut belum menempatkan dana jaminan reklamasi hingga batas waktu yang ditentukan.
Tri menyebut perusahaan-perusahaan tersebut dapat mengurus kembali IUP yang dibekukan dengan memenuhi kewajibannya dalam menempatkan dana jaminan reklamasi. Setelah itu, IUP perusahaan tambang tersebut akan dikembalikan.
“[Dibekukan] sementara, sementara. [Mereka bisa] bayar terus habis itu ngurus [IUP-nya kembali],” kata Tri ditemui awak media, di Kompleks Parlemen, Selasa (23/9/2025).
Selain itu, Tri menegaskan Kementerian ESDM telah memberikan tiga kali surat peringatan kepada seluruh perusahaan pertambangan tersebut sebelum membekukan izin pertambangannya.
“Nah itu, sanksi dulu. Kan tetap sanksi 1, 2, 3, terus penghentian sementara, nanti enggak taat lagi ya pencabutan izin,” tegas Tri.
Sekadar catatan, dari 190 perusahaan pertambangan yang dicabut IUP-nya dibekukan 161 di antaranya merupakan perseroan terbatas (PT), 16 lainnya berbadan usaha CV, lalu terdapat 12 koperasi, dan 1 kelompok usaha.