Bloomberg Technoz, Jakarta – PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) atau Antam tengah menanti rencana penerapan kewajiban pasok dalam negeri untuk komoditas emas, sembari menyerahkan sepenuhnya besaran dan harga emas khusus domestic market obligation (DMO) ke pemerintah.
Corporate Secretary Division Head ANTM Wisnu Danandi Haryanto menjelaskan perusahaan berharap besaran kewajiban DMO yang ditetapkan telah mempertimbangkan kebutuhan pasar domestik, kapasitas produksi nasional, serta dinamika industri emas secara menyeluruh.
“Antam siap menaati kebijakan tersebut sesuai arahan pemerintah,” kata Wisnu ketika dihubungi Bloomberg Technoz, Rabu (19/11/2025).
Wisnu mengungkapkan Antam berharap kebijakan DMO disusun dengan adil agar penambang maupun pengolah mendapatkan kepastian usaha dan nilai ekonomi yang seimbang.
“Antam mendukung pengaturan yang transparan dan berkeadilan bagi semua pihak dalam rantai pasok emas nasional,” tuturnya.

Selain itu, Wisnu menyatakan perseroan mendorong adanya sinkronisasi terhadap kebijakan perpajakan dan tata niaga emas agar kebijakan DMO dapat berjalan secara efektif.
Dia menegaskan, Antam mendukung rencana DMO emas sebab dapat memperkuat pasokan logam mulia perseroan dari sumber domestik, serta mendukung ketersediaan emas bagi masyarakat.
“Antam memandang bahwa penyesuaian kebijakan yang selaras antara komoditas emas dan logam mulia lainnya, termasuk perak, akan memperkuat keberlanjutan industri logam mulia nasional secara menyeluruh,” kata Wisnu.
“Dengan demikian, kebijakan yang terpadu diharapkan mampu mendukung pertumbuhan sektor ini secara berkeadilan dan berdaya saing.”
Desakan Penambang
Di sisi lain, sejumlah penambang lokal menegaskan agar DMO emas nantinya tidak menetapkan harga jual di bawah pasar. Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA) Hendra Sinadia menyampaikan, penentuan harga DMO harus mengikuti harga komoditas emas di pasar global.
Dia juga menyinggung perlunya pengaturan yang jelas terkait mekanisme financial adjustment tax (FAT) jika diterapkan bersamaan dengan kebijakan DMO.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Sudirman Widhy Hartono memandang skema DMO tidak menggunakan harga patokan pemerintah atau domestic price obligation (DPO), melainkan tetap mengacu pada harga pasar.
Dia menilai penerapan DMO emas hanya akan berjalan efektif jika harga jual-beli emas domestik tetap mengikuti harga pasar.
Menurutnya, skema itu juga akan menciptakan keadilan bagi semua pihak; termasuk bagi Antam sebagai pembeli utama emas domestik, maupun bagi perusahaan tambang lain yang menjadi sasaran DMO.
Untuk diketahui, pemerintah tengah mengkaji skema DMO emas sebagai upaya memperkuat pasokan dalam negeri dan mengurangi ketergantungan impor.
Apalagi, pasokan emas domestik belum mencukupi kebutuhan nasional, sehingga Antam masih terus mengimpor sekitar 30 ton emas per tahun dari Singapura dan Australia.
Di lain sisi, kemampuan produksi emas Antam sendiri terbatas; hanya sekitar 1 ton per tahun dari tambang Pongkor.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno menjelaskan bahwa kajian DMO emas dilakukan secara hati-hati. Kebijakan tersebut bisa bersifat sementara, terutama selama produksi PT Freeport Indonesia (PTFI) belum pulih pascainsiden longsor di tambang Grasberg Block Cave (GBC).
Tri menyebut Antam sejatinya telah memiliki perjanjian pembelian 30 ton emas per tahun dari Freeport yang cukup untuk kebutuhan normal. Namun, dengan terganggunya produksi Freeport, pasokan tersebut belum terpenuhi. Untuk itu, DMO dianggap sebagai langkah darurat menjaga ketersediaan emas di pasar domestik.
“Cuma kalau misalnya nanti ada DMO, seandainya ada DMO, nanti kalau misalnya sananya beroperasi seperti apa. Jangan sampai juga terus malah numpuk,” kata Tri di kantor Kementerian ESDM, Selasa (14/10/2025).
Dia menambahkan pemerintah juga menyiapkan evaluasi terhadap kebijakan ekspor Antam, termasuk mekanisme pajak ekspor-impor untuk menekan ketergantungan pada emas impor.




