Tercatat sedikitnya empat kali dalam tahun ini Presiden Prabowo Subianto berjanji memberantas perusahaan tambang ilegal. Yang terbaru pada 15 Oktober 2025 lalu. Dalam dialog bersama Chairman Forbes Media Steve Forbes di acara Forbes Global CEO Conference 2025 Jakarta, mantan menteri pertahanan itu mengatakan penambangan ilegal harus dihentikan karena merugikan negara.
Sembilan hari sebelum acara tersebut, Prabowo juga mengatakan hal yang sama. Ketika itu, dia menghadiri acara Penyerahan Aset Barang Rampasan Negara kepada PT Timah Tbk di Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. “Kita bisa bayangkan kerugian negara dari enam perusahaan ini saja, kerugian negara total Rp 300 triliun. Ini kita berhentikan,” kata Prabowo.
Pernyataan serupa juga disampaikannya saat penutupan Munas VI Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada ujung September 2025 di Hotel Sultan, Jakarta. Prabowo mengulang kembali adanya kerugian negara akibat tambang ilegal tersebut. Isu penambangan liar ini dicetuskan Prabowo pertama kali saat tampil perdana dalam Pidato Kenegaraan di Sidang Tahunan MPR dan Rapat Paripurna DPR pada 15 Agustus 2025.
Dia mengaku telah menerima laporan tentang maraknya tambang ilegal di Indonesia. Jumlahnya mencapai 1.063 tambang ilegal. “Kami akan tertibkan juga tambang-tambang melanggar aturan,” katanya. Tiga hari setelah berpidato di Senayan, Prabowo memanggil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia ke kediamannya.
Bahlil diminta menertibkan penambangan ilegal di luar kawasan hutan. Pertambangan ilegal di luar kawasan hutan ini pada umummya tidak memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP). Penanganannya dibawah Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum ESDM.
Untuk akvitas tambang liar di kawasan hutan, Prabowo kemudian membentuk Satuan Tugas Penerbitan Kawasan Hutan melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penerbitan Kawasan Hutan. Satuan tugas ini dipimpin Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Andriansyah.
Praktik penambangan ilegal sudah lama terjadi dan masih berlangsung hingga sekarang. Di Gunung Karang, Klapa Nunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, praktik penggalian batu kapur tanpa izin di kawasan hutan masih terjadi pada awal Oktober 2025. Lokasinya berjarak 100 meter tak jauh dari penggalian batu kapur yang disegel Kementerian Kehutanan pada Juli 2025.
Truk-truk silih berganti mengangkut batu kapur itu. Mereka berasal dari berbagai daerah di Jawa Barat dan Jakarta. Umumnya digunakan untuk pembangunan rumah. Bila stok batu kapur mulai tipis,… boom!, para penambang merontokkan tebing dengan bahan peledak. Pohon-pohon di atas bukit itu juga ikut tumbang. Dalam durasi satu jam, Tempo menyaksikan dua kali para penambang meledakkan tebing untuk mendapatkan batu kapur tersebut.
Di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, praktik penambangan emas tanpa izin juga tampak nyata. Jaraknya hanya tiga jam perjalanan dari kediaman Prabowo di Bukit Hambalang, Kabupaten Bogor. Meski tidak sembarangan orang bisa masuk ke kawasan tambang emas ilegal itu, jejaknya terlihat kasat mata dari para pengojek yang membawa hasil galian.
Setiap pengendara sepeda motor mengangkut empat hingga lima karung bahan galian emas itu. Karung berisi galian itu dibawa dari lubang tambang ke sebuah terminal. Dari terminal yang wujudnya berupa sebuah warung kopi dan dilengkapi tempat istirahat itu, para pengojek kemudian mengantarkannya ke tempat pengolahan emas atau yang disebut gelundungan oleh warga setempat.
Ongkos angkut setiap karung sebesar Rp 150 ribu. Tambang emas ilegal ini berada di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun, tak jauh dari wilayah konsesi tambang PT Aneka Tambang Tbk (Antam). Kementerian Kehutanan sudah mengidentifikasi ada 411 lubang penggalian emas ilegal di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun itu.
Seorang gurandil yang tidak ingin disebutkan namanya mengakui penggalian itu tanpa izin. Asalkan ada orang yang mau mengucurkan modal, mereka siap mengeruk emas. Biaya penambangan si logam kuning ini memang tak murah. Ongkosnya bisa mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah. Dari setiap lubang, penambang memperoleh bagian sebesar 40 persen dari jumlah karung galian yang dihasilkan.
Sisanya dibagikan kepada bos atau yang mereka sebut pemilik lubang. Jika cukong tak menanggung uang makan dan rokok, penambang mendapatkan jatah 50 persen dari total jumlah karung galian yang diangkut.
Hasil galian itu umumnya dimuat dalam kantong beras bekas. Dari lokasi tambang kemudian diangkut menggunakan sepeda motor menuju lokasi pengolahan emas atau yang disebut gelundungan. Disebut gelundungan karena cara pengolahan emas dengan cara diguling-gulingkan dalam tong.
Setelah dihaluskan, tanah galian kemudian dimasukkan ke dalam tabung. Tong kemudian diputar-putar dengan dinamo listrik selama lebih enam hingga delapan jam tergantung dengan diameter tong. Setelah bijih emas terpisah dari tanah kemudian dibakar menjadi logam.
Tempat mengolah emas itu bisa diketahui dengan mudah. Letaknya berada di perumahan warga. Ketika beroperasi, suara gelundungan bisa terdengar hingga jarak 20 meter. Saat diguling-gulingkan, bijih emas dan tanah terpisah dengan bantuan cairan air raksa dan asam sianida.
Limbah pengolahan bijih emas ini mengalir sampai ke Sungai Cisarua, anak sungai Cikaniki. Dia mencemari sumber mata air dan membahayakan kesehatan warga masyarakat. Seorang kepala dusun mengatakan, ikan-ikan di Sungai Cisarua sudah jarang ditemukan.
Pada 2009, ikan-ikan di Sungai Cikaniki pernah mati massal. Warga resah. Sungai yang tercemar limbah penambangan emas liar menimbulkan iritasi kulit. Lubang penggalian juga menyebabkan kawasan tersebut rawan longsor. Ini bukan hanya mengancam keselamatan warga melainkan juga para penambang.
Sebut saja Ujang. Dia mengaku sudah menambang selama 28 tahun. Pada 2004, dia pernah terjebak karena lubang yang sedang digalinya ambruk. Badannya sempat tertimbun tanah. Tulangnya patah. Dia terjebak di dalam lubang bersama lima orang lainnya. Di hari keempat, penambang lain akhirnya menemukan mereka dalam kondisi lemas.
Jangan harap ada alat keselamatan atau kesehatan saat menambang. Ujang mengatakan, penggalian itu hanya menggunakan cangkul, belencong dan alat sederhana lainnya serta dilengkapi kipas (blower) untuk mengalirkan udara ke dalam lubang. Cerita para penambang menderita sakit paru-paru akibat terpapar debu adalah hal biasa.
Begitupula kalau penambang terkena dehidrasi. Suhu dalam lubang yang panas menguras cairan tubuh mereka. “Soal menambang ini memang nyawa taruhannya,” kata Ujang.

Direktur Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi) Jawa Barat Wahyudin memastikan penambangan emas tanpa izin tersebut mengesampingkan aspek lingkungan. Kajian Walhi Jawa Barat sebelumnya menunjukkan, penambangan emas tanpa izin di Kecamatan Nanggung berdampak buruk terhadap sumber mata air termasuk aliran air yang digunakan masyarakat.
Aktivitas penambangan liar itu juga menimbulkan degradasi alih fungsi yang akan mengganggu kontur tanah sehingga menjadi labil. “Tidak heran pada akhirnya terjadi bencana longsor bahkan pada musim hujan ada bencana banjir bandang,” katanya. Penambangan emas tanpa izin itu juga berpengaruh pada emisi gas rumah kaca.
Menurutnya, penambangan liar di kawasan hutan akan berdampak pada krisis iklim yang terjadi pada saat ini. “Jadi kompleks sekali dampak aktivitas tambang itu,” katanya. Karena tanpa izin, Wahyudin mengatakan pemerintah otomatis tidak bisa mengawasi penambangan liar tersebut. “Karena di setiap tambang seharusnya ada dokumen perencanaan kegiatan, baik Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan maupun RKL-RPL (Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan),” katanya.
Bukan hanya lingkungan yang rusak. Penambangan ilegal juga merugikan negara. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengatakan, negara tidak memperoleh royalti, pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari aktivitas penambangan ilegal itu.
Penambang liar ini juga mengelola sumber daya alam secara serampangan. Karena pada umumnya, mereka tidak mempunyai rencana dan praktik penambangan yang baik. “Biasanya para pelaku penambang liar ini cuma sekedar gali-gali saja. Mereka tidak melakukan pengembangan dengan baik, tidak melakukan eksplorasi sebelumnya, tidak membuat rencana tambang,” kata Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Sudirman Widhy Hartono.
Alhasil, penambangan liar ini gagal mengoptimalkan cadangan sumber daya alam yang tersedia. Negara rugi dua kali. Selain tidak dapat uang, negara juga harus menanggung beban untuk merestorasi dan mereklamasi lahan dan lingkungan yang rusak.
Penambang liar ini juga mengelola sumber daya alam secara serampangan. Karena pada umumnya, mereka tidak mempunyai rencana dan praktik penambangan yang baik. “Biasanya para pelaku penambang liar ini cuma sekedar gali-gali saja. Mereka tidak melakukan pengembangan dengan baik, tidak melakukan eksplorasi sebelumnya, tidak membuat rencana tambang,” kata Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Sudirman Widhy Hartono.
Alhasil, penambangan liar ini gagal mengoptimalkan cadangan sumber daya alam yang tersedia. Negara rugi dua kali. Selain tidak dapat uang, negara juga harus menanggung beban untuk merestorasi dan mereklamasi lahan dan lingkungan yang rusak.

Dari kacamata pemerintah, persoalan tambang ilegal bukan semata pelanggaran hukum melainkan juga masalah struktural seperti keterbatasan akses legalitas. “Kami tidak ingin hanya menindak tapi memperbaiki sistemnya. Rantai pasok legal harus lebih menarik dibandingkan rantai pasok ilegal,” kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum ESDM Rilke Jeffri Huwae, 3 November 2025.
Pemerintah akan mengedepankan pendekatan solutif dan inklusif termasuk melegitimasi aktivitas penambangan rakyat melalui skema Izin Pertambangan Rakyat. Tujuannya agar penambang ilegal bisa bekerja aman tanpa merugikan negara dan lingkungan. Salah satu pendekatannya adalah mengintegrasikan para penambang kecil ke dalam rantai pasok legal.
Sudirman mengingatkan upaya mengakomodasi tambang rakyat harus dilakukan secara hati-hati. Menurutnya, pertambangan rakyat harus digandeng dalam koridor Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dipegang oleh perusahaan yang serius, valid dan bermodal besar. Pasalnya, masyarakat juga harus mengerti bahwa pertambangan tetap membutuhkan modal besar guna memastikan praktik operasional pertambangan sesuai dengan kaidah good-mining practice.
Penambang ilegal yang ingin ikut dalam operasional tambang bisa dikelola melalui koperasi atau usaha kecil dan menengah. Perusahaan tambang yang legal kemudian bisa memberikan peran bagi pelaku usaha kecil atau koperasi ini dalam jasa usaha pertambangan. “Jangan berpikir penggalian saja. Masih ada seperti jasa security, jasa cleaning service, jasa catering, penjahitan baju seragam yang sebetulnya bisa didorong untuk diserahkan kepada masyarakat sekitar,” katanya.
Ke depan, Sudirman berharap ada penyelesaian yang menyeluruh dan tuntas terhadap pertambangan ilegal yang sudah berlangsung cukup lama ini. Menurutnya, langkah itu dimulai dengan menerbitkan dan mengimplementasikan regulasi dan pengawasan yang ketat tentang asal-usul barang galian, tata kelola, tata niaga dan aliran barang tambang. “Kalau razia on off biasanya hilang sementara. Setelah itu secara sembunyi-sembunyi akan ada lagi penambang liar,” katanya.

Sumber : https://www.tempo.co/info-tempo/duri-dalam-tambang-2087980




