KBRN, Jakarta: Ketua Asosiasi Industri Kendaraan Listrik Indonesia Moeldoko memaparkan, dampak sosial pertambangan nikel. Dampak itu mencakup struktur sosial dan kesehatan masyarakat sekitar tambang.
Perihal ini, ia menekankan, pentingnya diskusi lingkungan nikel demi keberlanjutan industri. Nikel menjadi logam penting dalam berbagai sektor industri global saat ini.
“Semua berbicara tentang environment. Diskusi ini sangat penting,” ujar Kepala Staf Kepresidenan era Presiden Joko Widodo ini, dalam diskusi Indonesia Environmental, Social, and Governance. (ESG) Forum, di Jakarta, Senin (2/6/2025).
ESG Forum adalah ajang diskusi tahunan yang membahas isu keberlanjutan, tanggung jawab sosial, dan tata kelola perusahaan. Forum ini mempertemukan pemimpin bisnis, investor, dan regulator untuk mendorong praktik usaha yang beretika dan berkelanjutan.
Sementara itu, Moeldoko mengungkapkan, industri nikel kini berupaya mencapai emisi nol karbon (zero emission). Atau setidaknya mengurangi emisi karbon secara signifikan dan bertahap.
Sedangkan pada target global adalah mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060. Indonesia, sambungnya, memimpin agenda itu pada KTT G20 Bali tahun 2022.
“Indonesia punya agenda besar di G20 terkait transisi energi dan NZE.
Agenda itu jadi prioritas pemerintah dan pelaku industri pertambangan,” katanya.
Moeldoko mengharapkan, ESG Forum 2025 memberi dampak positif bagi masyarakat.
Karena itu, ia juga menolak pandangan yang menolak aktivitas penambangan nikel.
Sehingga, forum ini diharapkan membuka diskusi produktif dan solusi bersama. “Dengan demikian, pertambangan nikel berjalan berkelanjutan dan bertanggung jawab,” ujarnya.
Menurut data Kementerian Energi, produksi nikel Indonesia tahun 2024 mencapai 800 ribu ton. Atas itu, Indonesia menjadi produsen nikel terbesar kedua dunia setelah Filipina.
Sumber : https://www.rri.co.id/bisnis/1558121/esg-forum-moeldoko-ulas-dampak-sosial-pertambangan-nikel