Bloomberg Technoz, Jakarta – Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) meminta pemerintah untuk proaktif dalam mempercepat penyelesaian pembangunan smelter baru bauksit yang mandek akibat isu kesulitan pendanaan.
Ketua Umum Perhapi Sudirman Widhy Hartono mengatakan pemerintah harus membantu mencarikan solusi agar persoalan smelter bauksit segera mendapatkan jalan keluar di tengah keinginan pemerintah dalam program penghiliran bauksit serta target peningkatan produksi alumina di dalam negeri.
“Mengingat saat ini masih ada beberapa proyek pembangunan smelter bijih bauksit yang terhenti dengan beberapa alasan, terutama kesulitan dalam hal pendanaan,” kata Sudirman saat dihubungi, Kamis (8/5/2025).

Dia menuturkan Perhapi mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah bijih bauksit dengan menghentikan ekspor bijih bauksit dan mendorong produksi peningkatan produksi alumina domestik.
“Namun, seyogianya pemerintah juga harus membantu mencarikan jalan keluar terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi pengusaha tambang dan smelter guna mendukung program hilirisasi bijih bauksit ini,” ujarnya.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sejatinya pernah menjanjikan akan mengundang para pengusaha bauksit untuk membahas isu tersebut. Dia juga menawarkan opsi untuk membentuk konsorsium guna mempermudah investasi smelter bauksit di dalam negeri.
Akan tetapi, Asosiasi Bauksit Indonesia (ABI) menyatakan belum pernah dipanggil oleh Bahlil guna membahas rencana percepatan hilirisasi bauksit, sejalan dengan banyaknya proyek smelter logam tersebut yang jalan di tempat.
“Sudah bosan kami ngomong sama pemerintah. Usulan saya [soal] konsorsium baru dijawab dan kayaknya disetujui, cuma kan tidak mudah pelaksanaanya,” kata Ketua ABI Ronald Sulistyanto belum lama ini.
Kesulitan Investor
Isu pendanaan memang menjadi persoalan yang tak kunjung selesai dalam hilirisasi bauksit. Pengusaha menilai hingga kini sulit mendapatkan pendanaan eksternal untuk membiayai proyek smelter bauksit. Perbankan ataupun investor kerap menilai bahwa proyek-proyek penghiliran bauksit kurang menguntungkan.
Untuk itu, Ketua ABI Ronald Sulistyanto meminta pemerintah turun tangan ikut menanamkan modal bagi pengusaha bauksit untuk menyelesaikan pembangunan proyek smelter yang masih dalam tahap konstruksi karena beberapa kendala.
“Pemerintah ikut menanamkan modal lah karena ada BUMN kan. Jadi harus ada urutannya. Memang ada proses yang harus dilakukan oleh pemerintah. Jadi enggak bisa [pengusaha] sendiri. Kita kan sudah berusaha dari 2009 loh. Sampai hari ini sudah berapa tahun? Hampir 14 tahun. Masak 14 tahun cuma dapat 3 smelter sih,” kata Ronald saat dihubungi.
Hilirisasi bauksit sebenarnya menghasilkan produk dengan nilai tambah besar berupa alumina. Namun, hal tersebut justru menyebabkan nilai investasi yang digelontorkan untuk pembangunan smelter menjadi lebih mahal.
Ronald menjelaskan biaya investasi smelter bauksit mencapai US$1,2 miliar untuk 2 juta ton. Investasi yang besar tersebut pada akhirnya menyebabkan progres pembangunan smelter bauksit menjadi lambat, yakni saat ini rata-rata berada di bawah 50%.
Untuk itu, Ronald menilai tidak ada yang salah jika keran ekspor bijih bauksit yang telah dicuci (washed bauxite) dibuka kembali, usai dilarang sejak Juni 2023. Hal ini dilakukan agar perseroan bisa menggenjot kembali ekuitas untuk menjalankan usaha.
“Enggak ada masalah sebetulnya. Negara-negara besar yang punya bauksit juga ekspor. Dia bisa punya hilirisasi, punya tambang, tetapi jualan juga kok,” tutur dia.
Dengan larangan ekspor tersebut, pengusaha bauksit kian terpukul, ditambah harga jual bauksit saat ini tidak kompetitif. Di sisi lain, penambang terus memproduksi bauksit, tetapi pembeli di tingkat lokal keuangannya terbatas.
Penambang bisa memproduksi bijih bauksit hingga 30 juta ton per tahun. Hanya saja, kapasitas input di dalam negeri untuk mengolah/memurnikan bauksit masih terbatas.
“Sisanya mau dinongkrongin di mana? Di [lini] produksi? Kalau sudah di produksi tidak dijual juga, dia enggak ada cuan dong. Kalau dirumahkan semua alat-alatnya mangkrak,” ujarnya.
Ronald menyebut tambang bauksit yang tak laku dijual hanya didiamkan begitu saja di pelabuhan hingga terkikis menjadi laterit.

Kementerian ESDM memaparkan Indonesia saat ini memiliki 14 proyek smelter mineral terintegrasi dengan total nilai investasi US$8,69 miliar (sekitar Rp144,02 triliun), yang didominasi sektor bauksit.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno, dalam rapat bersama Komisi XII DPR RI pekan lalu, mengatakan 14 proyek smelter terintegrasi tersebut terdiri dari 8 proyek yang masih berproses (ongoing) dan 6 proyek eksisting.
Perinciannya, smelter bauksit terintegrasi sebanyak 6 proyek ongoing dengan nilai investasi US$2,18 miliar.
Sementara itu, smelter nikel terintegrasi sebanyak 5 proyek yang terdiri dari satu proyek ongoing dan empat eksisting dengan total nilai investasi US$2,54 miliar.
Adapun, sisanya merupakan smelter besi terintegrasi sebanyak satu proyek ongoing senilai US$46,6 juta dan dua smelter tembaga terintegrasi eksisting dengan nilai US$3,92 miliar.
(mfd/wdh)