Logam tanah jarang, kekuatan tersembunyi dari perut bumi. Jika mineral strategis itu dikelola dengan bijak, dapat mendukung pengembangan industri berbasis teknologi, mulai dari produk elektronik hingga militer.
Pemerintah baru-baru ini membentuk Badan Industri Mineral. Badan tersebut fokus pada pengembangan mineral strategis, salah satunya mineral logam tanah jarang (rare earth elements). Mineral itu mengandung berbagai unsur yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan industri berbasis teknologi tinggi, termasuk pertahanan.
Kepala Badan Industri Mineral Brian Yuliarto, dalam paparannya di Indonesia Green Mineral Invesment Forum 2025 di Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Jakarta, Kamis (2/10/2025), memperkenalkan Badan Industri Mineral yang baru diluncurkan sebulan lalu. Brian menuturkan, Indonesia diberkahi banyak mineral, antara lain nikel, bauksit, dan mineral potensial lainnya. Namun, tentu saja harus mendata semua sumber daya itu dan harus dipastikan dieksplorasi serta menjadikannya sebagai cadangan.
”Begitu juga dengan skala ekonomi logam tanah jarang,” ujar Brian.
Sayangnya, kata Brian, belum ada badan menangani ini. Indonesia juga memiliki sumber daya nikel yang sangat besar, dan menariknya, ada juga skandium. Skandium ini adalah yang termahal dan mineral langka. Bauksit juga menarik, mengandung skandium.
:quality(80):watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https://cdn-dam.kompas.id/images/2025/10/03/3fb24d0a09bcbd968d73e84a4665c28f-IMG_9506.JPG)
Bahkan, saat melakukan riset pada batubara yang digunakan untuk pembangkit tenaga listrik, ditemukan sejumlah elemen bumi yang langka. Semua sumber daya ini menarik dieksplorasi dan dihilirisasi menjadi kekuatan ekonomi.
Brian juga mengungkapkan, akan banyak industri mencari logam tanah jarang. Suplainya sangat terbatas. Sekitar 90 persen suplai didominasi industri China. Mineral tanah jarang tidak hanya bernilai ekonomi, tetapi juga terkait pertahanan negara.
”Mineral tanah jarang terdiri dari 17 elemen, tetapi harganya sangat berbeda antara satu elemen dan elemen lainnya. Jadi, negara perlu terlibat dalam peraturan atau pasar,” ujar Brian.
Indonesia bisa mengundang industri asing yang membutuhkan mineral tanah jarang. Selain itu, mendorong industri untuk membangun pabriknya di Indonesia bila mereka ingin mendapatkan pasokan.
”Pada beberapa kasus, kebangkitan suatu bangsa ternyata sangat dipengaruhi oleh kemampuannya mengelola mineral. Saat ini logam tanah jarang menjadi primadona. Sayang kalau Indonesia tidak masuk di waktu yang tepat,” tuturnya lagi.
Badan Industri Mineral, lanjut Brian, melalukan beberapa hal, mulai dari riset dan pengembangan. Bentuknya lebih pada mengonsolidasikan riset-riset yang sudah ada di kampus ataupun lembaga-lembaga riset lainnya.
:quality(80):watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https://cdn-dam.kompas.id/images/2025/10/03/09a8c951f51358b9c36b3d8585fbc70a-IMG_9511.JPG)
Selain itu, mengatur regulasi, untuk memberikan panduan kepada industri agar bisa menangani mineral tanah jarang yang barang kali tidak diketahui. Kemudian, mengakselerasi perizinan agar pengelolaan sumber-sumber mineral tanah jarang optimal.
Saat ini, Badan Industri Mineral juga sedang menginventarisasi industri-industri yang sudah ada. Dengan demikian, juga bisa dihitung berapa sumber daya dan cadangannya. Pihaknya akan melihat cadangan ke depan yang akan diproses.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Sudirman Widhy Hartono, saat ditemui akhir Agustus, sempat berkomentar terkait Badan Industri Mineral dan juga terkait logam tanah jarang. Sudirman mengatakan, Badan Industri Mineral lebih fokus pada pengembangan mineral logam tanah jarang dan mineral radio aktif. Untuk dua kategori ini, di Indonesia belum lengkap datanya.
”Depositnya juga tidak sebanyak mineral lain, seperti nikel, emas, timah, dan tembaga yang banyak dikembangkan. Logam tanah jarang dari data eksplorasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tidak banyak,” ujar Sudirman.
Bernilai strategis
Namun, logam tanah jarang nilainya sangat strategis. Setidaknya menjadi salah satu unsur penentu dalam industri teknologi tinggi, yaitu komponen teknologi informasi hingga militer dan pertahanan.
Sudirman menuturkan lebih lanjut, mineral logam tanah jarang di Indonesia banyak sebagai mineral ikutan. Contohnya, perusahaan pertambangan memproduksi timah, nikel, atau tembaga. Di dalam mineral itu ada kandungan logam tanah jarang.
:quality(80):watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https://cdn-dam.kompas.id/photo/ori/2021/11/23/0c913205-4278-46f7-9b4d-52b24c894f47.jpg)
”China memiliki teknologi tinggi sehingga bisa memisahkan logam tanah jarang. Bisa saja ketika negara pembeli memiliki teknologi untuk memisahkan logam tanah jarang, lalu dimanfaatkan untuk teknologi militer,” kata Sudirman.
Pemerintah menyadari itu. Indonesia memiliki potensi logam tanah jarang dan harus dikembangkan. Untuk mengembangkannya, makan dibentuk Badan Industri Mineral guna melakukan penelitian dan pengembangannya.
Dalam buku Potensi Logam Tanah Jarang di Indonesia (2019), logam tanah jarang salah satu mineral strategis dan termasuk mineral kritis (critical mineral). Logam tanah jarang terdiri dari sejumlah unsur, antara lain skandium, lantanum, dan cerium. Unsur-unsur di dalamnya berperan dalam pengembangan industri maju berbasis teknologi.
:quality(80):watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https://asset.kgnewsroom.com/photo/pre/2025/05/04/41aae930-88f2-4ae8-b9be-6f96ae2ff682_jpg.jpg)
China produsen utama logam tanah jarang di dunia dengan produksi 120.000 ton pada 2018 atau 70 persen dari produksi logam tanah jarang dunia. Dengan produksi seperti itu, serta kemampuan menggunakan materialnya, mendorong pertumbuhan teknologi industrinya. Industri elektronik nasionalnya dapat bersaing di pasar global.
Sementara kebutuhan logam tanah jarang di Amerika Serikat (AS) tidak mencukupi dari produksi dalam negerinya sehingga mengimpor. Penggunaan logam tanah jarang meningkat untuk komponen alat pertahanan. Pada 2018 nilai impor senyawa dan logam tanah jarang AS senilai 160 juta dollar AS, angka itu meningkat dari 137 juta dollar AS pada 2017.
Logam tanah jarang dipergunakan untuk komponen mesin jet pesawat tempur, pesawat terbang komersial, hingga sistem senjata rudal. Selain itu, untuk elektronik, pendeteksi bawah laut, pertahanan antirudal, alat pelacak, pembangkit energi pada satelit, dan komunikasi.
Dari sudut pandang dunia usaha, Ketua Umum Asosiasi Forum Industri Nikel Indonesia Arif Perdanakusumah, Jumat (3/10/2025), menilai, dari sisi tantangannya, data dasar mengenai keberadaan dan sebaran logam tanah jarang di Indonesia masih relatif sedikit dan belum terpadu. Oleh sebab itu, diperlukan usaha-usaha eksplorasi logam tanah jarang secara detail dan sangat kompleks.
”Usaha-usaha eksplorasi sangat penting agar dapat mengetahui potensi logam tanah jarang yang ada di Indonesia,” kata Arif.
Di sisi lain, mengekstraksi material logam tanah jarang juga memerlukan teknologi canggih dan kompleks. Dalam hal ini diperlukan upaya riset dan pengembangan terhadap proses ektraksi logam tanah jarang.
”Keterbatasan teknologi dan infrastruktur untuk pengolahan dan pemurnian logam tanah jarang masih menjadi tantangan bagi pelaku usaha saat ini,” ungkap Arif.
Riset dan pengembangan juga diperlukan dalam penanganan limbah radioaktif secara hati-hati. Hal ini menjadi komponen sangat penting dalam pengolahan dan pemurnian material logam tanah jarang.
Terlepas dari semua itu, Arif memandang, banyak peluang yang akan didapat dari pengelolaan mineral tanah jarang baik bagi pemerintah, pelaku usaha, maupun investor. Dengan mengembangkan logam tanah jarang, akan mendapatkan diversifikasi produk dan meningkatkan nilai tambah.
Pengembangan logam tanah jarang juga dapat meningkatkan daya saing industri pertambangan nasional. Selain itu, mendukung transisi energi bersih serta industri-industri strategis lainnya.




