Mineral Hilang, Pajak Dikemplang

Mineral Hilang, Pajak Dikemplang

TEMPO IMPACT – Dampak tambang ilegal bukan hanya pada lingkungan, masyarakat, namun juga langsung menggerogoti keuangan negara. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menegaskan, negara kehilangan royalti, pajak, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari tambang ilegal.

Praktik penambangan yang tak berizin ini juga mengeruk sumber daya alam secara serampangan. Karena pada umumnya, mereka tidak mempunyai rencana dan praktik penambangan yang baik. Tidak ada mekanisme bagi hasil, tidak ada jaminan reklamasi, tetapi kerusakannya justru harus ditanggung pemerintah.

Yuliot Tanjung melanjutkan, Kementerian ESDM sedang menyusun peta jalan dan rencana pemberantasan tambang ilegal lima tahun ke depan. Rencana itu sedang disusun oleh Direktorat Jenderal Penegakan Hukum ESDM. “Ke depan seluruh kegiatan tambang harus memiliki perizinan,” kata Yuliot pada Jumat, 7 November 2025.

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Sudirman Widhy Hartono mengatakan, para penambang liar menggali tanpa rencana tambang, tanpa eksplorasi, dan tanpa praktik pertambangan yang baik. Akibatnya, cadangan sumber daya alam tidak dimanfaatkan optimal, sementara lahan rusak dan biaya pemulihan menumpuk. “Negara rugi dua kali,” ujarnya.

Contoh paling nyata terjadi di Pulau Nipa, perbatasan Indonesia–Singapura. Negara harus menggelontorkan Rp 400 miliar untuk merestorasi lahan yang digali tanpa izin, agar pulau itu tidak tenggelam dan batas negara tetap terjaga.

Tambang ilegal juga berdampak pada mekanisme pasar. Ketika harga batu bara melonjak pada 2010, penambang liar berbondong-bondong mengekstraksi tanpa kendali. Pasar kebanjiran komoditas, harga anjlok, dan penerimaan negara menurun. “Karena waktu itu pemberantasan tambang ilegal belum efektif,” kata Sudirman.

Kerugian ekonomi ini berlapis: pendapatan negara hilang, investor enggan masuk karena lahan rusak, dan reputasi tata kelola sumber daya alam Indonesia tercoreng. Ke depan, Sudirman berharap ada penyelesaian yang menyeluruh dan tuntas terhadap pertambangan ilegal yang sudah berlangsung cukup lama.

Menurut dia, langkah itu dimulai dengan menerbitkan dan mengimplementasikan regulasi dan pengawasan yang ketat tentang asal-usul barang galian, tata kelola, tata niaga dan aliran barang tambang. “Kalau razia on off biasanya hilang sementara. Setelah itu secara sembunyi-sembunyi akan ada lagi penambang liar,” katanya.

Jika itu adalah cerita penambangan ilegal yang tentunya tidak berkontribusi pada pendapatan negara, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melansir mayoritas

pemegang Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) tidak membayar pajak. Data Direktorat Jenderal Pajak menunjukkan dari 3.498 pemegang IUJP yang tidak membayar pajak sebanyak 1.579 pemegang izin.

  • Pemilik IUJP: 3.498 izin
  • Pemilik IUJP yang sesuai NPWP: 2.465 izin
  • Pemilik IUJP dengan NPWP ganda dan tidak sesuai: 1.033 izin
  • Pemilik IUJP dengan NPWP yang lapor SPT: 2.055 pemegang
  • Pemilik IUJP dengan NPWP yang tidak lapor SPT: 410 pemegang
  • Lapor SPT dan bayar pajak: 856 pemegang izin
  • Lapor SPT namun tidak bayar pajak: 1.169 pemegang izin

Sumber : https://www.tempo.co/info-tempo/mineral-hilang-pajak-dikemplang-2088812