Bisnis.com, JAKARTA — Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menilai pemberian izin usaha pertambangan (IUP) untuk koperasi, badan usaha kecil-menengah (UMKM), hingga organisasi masyarakat (ormas) keagamaan bukan langkah yang tepat.
Hal ini seiring dengan pemerintah yang resmi memberikan wewenang kepada UMKM hingga ormas mendapat IUP dan IUPK mineral logam dan batu bara. Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2025 (PP Nomor 39/2025) tentang perubahan kedua atas PP Nomor 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba.
Pemerintah pun menetapkan luasan tambang yang boleh digarap untuk masing-masing entitas tersebut. Beleid itu mengatur luasan tambang yang dapat digarap paling kecil 2.500 hektare (ha) dan paling luas adalah sebesar 25.000 ha.
Ketua Umum Perhapi Sudirman Widhy Hartono menuturkan, Perhapi memaklumi keinginan pemerintah untuk dapat mengakomodir badan usaha kecil dan menengah maupun koperasi untuk bisa turut serta di dalam usaha ekonomi dari sektor pertambangan mineral dan batu bara. Namun, sebaiknya bukan dengan memberikan IUP.
“Terkait pemberian IUP untuk koperasi dan UMKM, pendapat kami sejak awal ketika proses revisi UU Minerba di awal tahun 2025 ini adalah menyayangkan dan tidak setuju,” ucap Sudirman kepada Bisnis, Kamis (9/10/2025).
Menurutnya, koperasi dan UMKM bisa dilibatkan dalam industri tambang sebagai perusahaan penyedia jasa pertambangan (mining contractor), tak perlu diberi IUP.
Adapun jenis usahanya bisa beragam mengingat sebuah operasional pertambangan akan memerlukan jasa-jasa pendukung. Jasa pendukung itu misalnya, pengangkutan bahan galian tambang, jasa catering provider service, jasa security provider, hingga jasa transportasi karyawan.
Sudirman menuturkan, alasan mengapa sebaiknya UMKM serta koperasi tidak perlu harus memiliki IUP, adalah karena sebuah operasional pertambangan yang baik dan benar akan memerlukan biaya modal sangat besar.
Modal itu dimulai dari biaya untuk melakukan eksplorasi dengan prosedur dan standar yang baik meliputi kegiatan survey, kegiatan pemboran (drilling), dan melakukan kajian dengan biaya yang juga tidak sedikit baik itu kajian keekonomian (feasibility study) maupun kajian dampak lingkungan (AMDAL).
Selain itu, UMKM dan koperasi juga perlu mengeluarkan dana untuk jaminan reklamasi dan jaminan penutupan tambang, pembuatan rencana tambang guna menentukan arah kemajuan tambang yang efisien dan tepat, hingga biaya untuk pengelolaan lingkungan dan reklamasi pascatambang.
Dia mengingatkan, kegiatan operasional pertambangan bukan sekadar datang kemudian melakukan penggalian di sana-sini untuk mengambil bahan galian.
“Kami khawatir jika mindset seperti ini yang ada di dalam pemikiran pengelola UMKM dan koperasi tersebut maka dikhawatirkan akan banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran regulasi dan standar prosedur yang akan berakibat kepada kerusakan lingkungan yang malah akan menimbulkan kerugian negara yang tidak sedikit,” imbuhnya.
Sudirman menyebut, dengan kondisi finansial yang terbatas, maka UMKM termasuk koperasi akan lebih baik diarahkan untuk dapat menjadi perusahaan penyedia jasa pertambangan bagi para pemegang IUP. Dengan begitu, mereka dapat ikut menikmati keuntungan dari sektor perekonomian tambang.
“Belum lama ini Dirjen Minerba mengeluarkan surat penghentian sementara bagi sekitar 190 pemegang IUP karena tidak memenuhi kewajiban penempatan dana jaminan reklamasi dan jaminan pasca-tambang. Dan kami lihat tidak sedikit di antaranya adalah pemegang IUP yang merupakan koperasi atau UMKM. Hal ini membuktikan apa yang kami khawatirkan benar terjadi,” ucap Sudirman.