Bisnis.com, JAKARTA — Minat investasi masyarakat Indonesia terhadap emas dinilai menjadi salah satu motif pemerintah untuk mengenakan bea keluar untuk ekspor produk emas mulai 2026.
Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menilai bahwa keputusan pemerintah itu lebih didorong oleh kebutuhan akan produk emas yang meningkat di pasar dalam negeri.
Salah satunya yakni untuk mendorong perusahaan tambang emas agar lebih memilih memasarkan produknya di dalam negeri. Utamanya, untuk peningkatan hilirisasi pada komoditas emas. Motif ini semakin diperkuat dengan tingginya minat investasi masyarakat Indonesia terhadap emas.
“Mengingat saat ini masyarakat Indonesia sudah mulai banyak yang menanamkan investasinya pada produk emas, sementara berdasarkan laporan Antam beberapa waktu lalu, mereka cukup kesulitan di dalam mendapatkan bahan baku produk logam mulia,” terang Ketua Umum Perhapi Sudirman Widhy kepada Bisnis, Selasa (18/11/2025).
Kendati demikian, Sudirman mewanti-wanti agar pemerintah berhati-hati dalam pengenaan bea keluar emas. Hal ini dinilai olehnya penting untuk menjaga harga emas di dalam negeri tetap stabil.
Sikap hati-hati itu juga dinilai penting agar tidak menimbulkan fluktuasi yang tajam sebagai akibat dari peningkatan pasokan produk emas ke pasar domestik sebagai akibat dari penerapan bea ekspor.
Di sisi lain, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. atau BCA David Sumual turut meyakini bahwa motif pemerintah di balik pengenaan bea keluar ekspor emas itu adalah untuk menggenjot hilirisasi. Dia menyebut ada nilai tambah bagi produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
“Ini mungkin terkait upaya hilirisasi, sedangkan kebutuhan domestik juga cenderung meningkat. Ada nilai tambah buat PDB,” terangnya kepada Bisnis, Senin (17/11/2025).
Namun demikian, David menyebut pengenaan bea ekspor terhadap emas tidak akan berpengaruh sebab motornya berasal dari harga pasar global.
“Harga emas domestik hanya mengikuti harga internasional,” tegasnya.




