Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menilai rencana penerapan Bea Keluar (BK) emas pada 2026 berpotensi mendorong peningkatan hilirisasi dan pemurnian emas di dalam negeri.
Ketua Umum Perhapi Sudirman Widhy mengatakan, kebijakan BK tersebut muncul seiring meningkatnya kebutuhan emas di pasar domestik.
Langkah ini dinilai dapat mengarahkan produsen untuk lebih memasarkan hasil tambang mereka di dalam negeri.
“Saat ini pemerintah memutuskan untuk segera menerapkan bea keluar untuk produk komoditas emas. Kelihatannya, ini lebih didorong oleh kebutuhan produk emas yang meningkat di pasar dalam negeri,” ujar Sudirman, Selasa (18/11/2025).
Menurutnya, BK ekspor emas berpotensi mempercepat hilirisasi, karena produsen akan lebih memilih menjual emas ke pasar domestik, terutama seiring meningkatnya minat masyarakat untuk berinvestasi dalam bentuk emas.
“Terutama pengaruhnya untuk peningkatan hilirisasi. Mengingat masyarakat Indonesia sudah mulai banyak yang menanamkan investasinya pada produk emas,” kata dia.
Sudirman mengungkapkan bahwa wacana pengenaan BK untuk komoditas tambang, termasuk emas, sebenarnya telah dibahas sejak 7 Juli 2025 dalam rapat kerja antara Menteri Keuangan saat itu Sri Mulyani Indrawati, Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy, Gubernur BI Perry Warjiyo, serta Komisi XI DPR.
Ia menambahkan, aturan teknis mengenai BK emas akan dituangkan dalam Peraturan Menteri ESDM yang tengah disusun.
Adapun implementasinya baru akan dimulai pada 2026, sesuai keputusan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, yang menyebut penundaan diperlukan agar kebijakan dapat disesuaikan dengan kondisi harga komoditas.
Namun Perhapi mengingatkan agar pemerintah tetap berhati-hati dalam penerapan BK emas.
Peningkatan pasokan emas ke pasar domestik dapat menimbulkan risiko volatilitas harga jika tidak dikendalikan dengan baik.
“Pemerintah harus hati-hati menerapkan kebijakan bea ekspor ini, terutama untuk menjaga harga emas di dalam negeri tetap stabil dan tidak menimbulkan fluktuasi tajam akibat peningkatan pasokan,” tegas Sudirman.




