PERHAPI Beri Catatan terhadap Rencana Kenaikan Royalti

PERHAPI Beri Catatan terhadap Rencana Kenaikan Royalti

JAKARTA – Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) menyayangkan pemerintah tidak mengajak diskusi atau melibatkan kalangan industri pertambangan terkait wacana revisi Peraturan Pemerintah No 26 tahun 2022 mengenai tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), khususnya rencana kenaikan royalti nikel.

“Kami pada dasarnya memahami, namun kami menyayangkan jika pemerintah tidak terlebih dahulu mengajak berdiskusi dengan kalangan pelaku industri pertambangan, terutama untuk kenaikan royalti tambang mineral seperti nikel,” tutur Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) Sudirman Widhy Hartono kepada Petromindo dan Coalmetal.Asia di Jakarta.


“Kami menyayangkan jika pemerintah tidak terlebih dahulu mengajak berdiskusi dengan kalangan pelaku industri pertambangan, terutama untuk kenaikan royalti tambang mineral seperti nikel,”

Sudirman Widhy Hartono, Ketua Umum PERHAPI

Widhi mancatat pemerintah sudah berdiskusi terlebih dahulu dengan Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) terkait rencana kenaikan tarif royalti ini. “Seharusnya hal yang sama dilakukan juga dengan asosiasi dari pertambangan mineral seperti  APNI dan FINI,” kata Sudirman Widhy.

Widhy menilai usulan perubahan tarif royalti dikhawatirkan akan semakin memberatkan pelaku industri pertambangan nikel. “Kenaikan tarif royalti tidak saja akan menambah biaya produksi yang sekaligus mengurangi margin keuntungan,” katanya.

Selain itu, dia menambahkan rencana kenaikan tarif royalti telah menaikan risiko keuangan dan operasional perusahaan ke skala risiko tinggi, serta dapat menyebabkan sektor pertambangan dan pengolahan Indonesia tidak kompetitif lagi dibanding negara lain.

Tarif Tertinggi

Sebagai contoh, kata Widhy, berdasarkan studi dan referensi, tarif royali nikel di Indonesia dengan mengacu pada peraturan adalah sebesar 10% untuk bijih nikel. Tarif ini merupakan tarif royalti yang salah satunya tertinggi di dunia, dibandingkan dengan tarif di negara lain yang berkisar antara 2 – 7%. Dengan rencana kenaikan tarif progresif mulai dari 14 – 19 %, maka akan menyebabkan tarif royali bijih nikel Indonesia menjadi tarif tertinggi di dunia.

Begitu juga pengenaan kenaikan tarif bagi produk pengolahan nikel berupa nikel matte dari 2 – 3 % menjadi 4,5 – 6,5%, Nickel Pig Iron dari 5 % menjadi 5 – 7%, serta Ferronickel dari 2 % menjadi 5 – 7%, tidak saja akan menyebabkan perusahaan pertambangan yang terintegrasi dengan pabrik pengolahan menanggung beban operasional yang bertambah besar, juga di satu sisi tidak sejalan dengan semangat pemerintah yang mendorong hilirisasi dan mendukung industrialisasi berbasis mineral.

“Bagi perusahaan produser nikel matte misalnya, kenaikan tarif royalti ini diperkirakan menyebabkan penurunan terhadap laba sebesar ‐9% hingga ‐15%. Sedangkan bagi perusahaan penghasil Feni terintegrasi, akan menyebabkan penurunan laba sekitar ‐11%,” tutur Widhy.

Penurunan Harga

Oleh karena itu, tambah Widhy, usulan kenaikan tarif royalti oleh pemerintah saat ini, sangat tidak tepat, karena dilakukan disaat harga sejumlah komoditi mengalami penurunan, utamanya harga nikel yang dalam dua tahun terakhir mengalami kontraksi akibat permintaan dunia yang cenderung turun.

Selain penurunan harga nikel, pelaku usaha juga dibebani oleh kewajiban penggunaan biofuel jenis B40 yang harganya lebih mahal dibanding B35, serta kewajiban Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang menyebabkan likuiditas perusahaan menjadi terganggu.

“Jika perusahaan-perusahaan terpaksa menghentikan operasionalnya, sehingga berakibat kepada kemungkinan terjadinya PHK,” tegasnya.

PERHAPI menyarankan agar pemerintah fokus dalam upaya melakukan perbaikan tata kelola dan tata niaga komoditi mineral dan batubara, sehingga selaku negara dengan cadangan dan produksi mineral dan batubara yang besar, pemerintah dapat mengontrol rantai pasok yang disesuaikan kebutuhan pasar dunia.

“Dengan pengendalian produksi yang baik, akan mempu mengendalikan harga komoditi di level yang kompetitif, sehingga akan memberikan kontribusi royalti yang tinggi pula,” ujar Widhy. (CMA)

Sumber :  https://coalmetal.asia/article/perhapi-beri-catatan-terhadap-rencana-kenaikan-royalti