PERHAPI Minta Pemerintah Transparan soal Polemik Tambang Nikel di Raja Ampat

PERHAPI Minta Pemerintah Transparan soal Polemik Tambang Nikel di Raja Ampat

Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI), meminta pemerintah transparan dan objektif menyikapi polemik kegiatan pertambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya.

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Sudirman Widhy Hartono, mengatakan secara umum para pengusaha mendukung langkah pemerintah menghentikan sementara seluruh kegiatan operasional pertambangan di Raja Ampat.

Hal ini, kata Sudirman, dilakukan sampai proses investigasi dan evaluasi secara menyeluruh. Dia meminta Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup (LH) sama-sama menurunkan tim khusus untuk menilai dengan mendalam seluruh perusahaan tambang di Raja Ampat.

“Hal utama yang benar-benar harus dicek validitasnya adalah perizinan yang dimiliki oleh para perusahaan tambang nikel yang berlokasi di wilayah Raja Ampat tersebut, yang menjadi dasar bagi mereka untuk melakukan operasional pertambangan,” kata Sudirman dalam keterangannya, Senin (9/6).

Beberapa izin tersebut, kata dia, meliputi Izin Usaha Pertambangan (IUP), izin Lingkungan Hidup yang mencakup Dokumen AMDAL, UKL-UPL, serta izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan bagi perusahaan tambang yang wilayah IUP-nya berada di dalam wilayah kehutanan

“Tanpa adanya salah satu izin di atas, jika perusahaan tambang tersebut telah menjalankan operasional pertambangan, maka kami sangat mendukung agar operasional perusahaan tersebut harus dihentikan seterusnya dan dugaan pelanggaran atas praktik operasional pertambangan tanpa izin harus diproses secara hukum,” tegas Sudirman.

Namun, dia menuturkan jika perusahaan yag dimaksud telah memiliki izin-izin secara resmi, maka para staf inspektur yang ditugaskan untuk melakukan inspeksi dan pengawasan harus mengkaji operasional para perusahaan tersebut.

Menurut Sudirman, praktik operasional pertambangan yang baik haruslah mengimplementasikan kaidah Good Mining Practice (GMP), termasuk teknis pertambangan, konservasi mineral dan batu bara, keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan hingga pengelolaan lingkungan hidup pertambangan dan reklamasi pasca tambang.

“Manajemen perusahaan tambang nikel yang berlokasi di wilayah Kabupaten Raja Ampat ini seharusnya sangat mengerti dan sadar jika lokasi operasional pertambangan yang mereka lakukan berada di salah satu wilayah pariwisata negara Indonesia yang sangat ikonik dan dikenal cukup luas oleh kalangan pariwisata internasional,” jelasnya.

Area tambang PT GAG Nikel di Pulau Gag, Raja Ampat. Foto: PT. GAG Nikel

Area tambang PT GAG Nikel di Pulau Gag, Raja Ampat. Foto: PT. GAG Nikel

Namun, Perhapi mendorong agar evaluasi dilakukan secara detail dan objektif. Jika perusahaan tambang nikel telah memiliki semua dokumen perizinan yang disyaratkan secara lengkap dan melakukan praktik pertambangan dengan baik, maka pemerintah sebaiknya melanjutkan kembali operasionalnya.

“Seyogyanya perusahaan tambang tersebut dapat diizinkan untuk dapat beroperasi kembali dengan tetap harus melanjutkan implementasi praktek pertambangan sesuai kaidah Good Mining Practice yang selama ini sudah mereka lakukan,” tutur Sudirman.

Sementara itu, Sekjen BPP HIPMI sekaligus Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi Mineral dan Batubara (ASPEBINDO), Anggawira, menyebutkan di balik gejolak saat ini, sejumlah tokoh industri menegaskan sektor tambang tetap menjadi salah satu pondasi penting perekonomian nasional dan transisi energi.

Anggawira menilai, tantangan utama dalam industri pertambangan bukan pada regulasi, melainkan pada penegakan hukum, konsistensi, dan transparansi.

“Kita butuh tambang yang legal, berkelanjutan, dan modern. Pemerintah harus tegas menindak pelanggaran, tapi juga melindungi dan memberi insentif bagi perusahaan patuh hukum,” tegasnya.

Anggawira juga memperingatkan bahwa isu lingkungan kadang dijadikan alat tekanan oleh aktor asing. “Framing negatif terhadap tambang nasional bisa menggerus citra investasi, daya saing, dan stabilitas kebijakan hilirisasi. Kita tidak boleh membiarkan narasi eksternal menggiring opini publik secara tidak berimbang,” ujarnya.

Dia juga menegaskan bahwa Indonesia harus berdaulat atas narasi pengelolaan sumber daya alamnya. “Jangan sampai kita dikendalikan opini luar, sementara mereka di negaranya sendiri menjalankan praktik tambang yang jauh dari prinsip keberlanjutan,” ujarnya.

Untuk Pendaftaran Keanggotaan Dapat Menghubungi Bagian Keanggotaan Sekretariat PERHAPI