Bloomberg Technoz, Jakarta – Produksi bauksit Indonesia diproyeksikan terganggu apabila perestujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) pertambangan mineral dan batu bara (minerba) dikembalikan menjadi 1 tahunan dari saat ini 3 tahunan.
Ketua Umum Asosiasi Bauksit Indonesia (ABI) Ronald Sulistyanto mengatakan penambang merasa kebingungan dengan perubahan rencana pemerintah yang cenderung mendadak, setelah selama ini sudah menyesuaikan diri dengan sistem 3 tahunan sejak 2023.
“Ya jelas [produksi] terganggu lah. Bagaimanapun, perencanaan sudah digadang-gadang 3 tahun, dengan square penambangan, dengan metode marketing-nya, berapa jumlahnya, karyawannya yang mengangkut untuk 3 tahun dengan jumlah tonase tertentu. Itu kan seperti itu semua,” ujarnya saat dihubungi, Senin (7/7/2025).
“Tiba-tiba mau kembali lagi [menjadi 1 tahunan]. Berarti kan mengurangi jumlah yang di atas. Kita tidak tahu juga [harus] bagaimana.”

Ronald berpendapat rencana perubahan kebijakan RKAB membuat pelaku industri pertambangan kebingungan dengan perencanaan produksinya.
Arah kebijakan yang berubah-ubah disebutnya merugikan industri pertambangan di Indonesia, khususnya sektor bauksit.
“Kalau kita itu berusaha, jangan dibuat kaget-kaget. Berusaha dituntaskan dahulu satu periode tertentu, di mana itu sudah direncanakan sebaik mungkin. Pemerintah [seharusnya] tahu loh apa yang akan terjadi,” kata Ronald.
Akibat dari rencana perubahan kebijakan RKAB, dia mengatakan penambang bauksit dan investor di sektor ini berpotensi melakukan penjadwalan ulang terhadap rencana kerja dan anggaran biayanya.
Penjadwalan ulang tersebut, padahal, berisiko merugikan perusahaan bauksit secara finansial.
“Bauksit ini kan sedang dalam euforia untuk membangun smelter agar memenuhi target [hilirisasi] yang dicanangkan pemerintah. Jangan lah diganggu-ganggu.”
Menurut catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) realisasi produksi bauksit Indonesia pada 2024 mencapai 16,8 juta ton, turun dari tahun sebelumnya sebanyak 19,8 juta ton.
Industri pertambangan bauksit sudah cukup tertekan sejak tahun lalu. Salah satunya akibat investasi hilirisasi yang berjalan sangat lambat sehingga memicu penumpukan stok yang menjatuhkan harga bauksit di dalam negeri, padahal komoditas tersebut sudah dilarang ekspor dalam bentuk mentah.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Sudirman Widhy Hartono sebelumnya mengatakan pemerintah harus membantu mencarikan solusi agar persoalan smelter bauksit segera mendapatkan jalan keluar di tengah keinginan pemerintah dalam program penghiliran bauksit serta target peningkatan produksi alumina di dalam negeri.

“Mengingat saat ini masih ada beberapa proyek pembangunan smelter bijih bauksit yang terhenti dengan beberapa alasan, terutama kesulitan dalam hal pendanaan,” ujarnya.
Dia menuturkan Perhapi mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah bijih bauksit dengan menghentikan ekspor bijih bauksit dan mendorong produksi peningkatan produksi alumina domestik.
“Namun, seyogianya pemerintah juga harus membantu mencarikan jalan keluar terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi pengusaha tambang dan smelter guna mendukung program hilirisasi bijih bauksit ini,” ujarnya.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pekan lalu menyetujui usulan Komisi XII DPR RI untuk mengembalikan mekanisme persetujuan RKAB dari 3 tahunan menjadi 1 tahunan. Hal itu mempertimbangkan alasan ketidaksesuaian jumlah produksi minerba dengan kebutuhan atau permintaan di pasar.
“Jadi menyangkut RKAB, memang kalau kita membuat satu tahun nanti dikirain kita ada main-main lagi. Namun, karena ini sudah menjadi keputusan politik, makanya kita lakukan. Mulai hari ini, dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, kami terima usulan dari Komisi XII untuk kita buat RKAB per [satu] tahun,” kata Bahlil dalam rapat bersama Komisi XII, Rabu (2/7/2025).
Aturan persetujuan RKAB menjadi 3 tahunan dari sebelumnya 1 tahunan baru berjalan selama dua tahun terakhir atau sejak diterbitkannya Permen ESDM No. 10/2023 tentang Tata Cara Penyusunan, Penyampaian, dan Persetujuan Rencana kerja dan Anggaran Biaya Serta Tata Cara Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
— Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi