Bloomberg Technoz, Jakarta – Pakar industri minerba memprediksi tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC) milik PT Freeport Indonesia (PTFI) tidak bisa langsung beroperasi meski proses evakuasi dan pemulihan tambang akibat longsor nantinya rampung dikerjakan.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Sudirman Widhy Hartono berpendapat usai seluruh proses restorasi areal tambang dilakukan, tim inspektur tambang serta petugas keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perlu memastikan kondisi tambang sudah aman untuk kembali beroperasi.
“Guna mencegah terjadinya kembali insiden longsor yang akan membahayakan keselamatan para pekerja operasional sebelum mereka memulai kembali bekerja. Keselamatan kerja para karyawan tentunya harus menjadi prioritas pertama yang harus dipastikan sebelum operasional tambang dimulai kembali,” kata Sudirman ketika dihubungi, dikutip Senin (15/9/2025).

Produksi Freeport
Sudirman memprediksi insiden longsor yang terjadi hingga membuat penyetopan sementara operasional tambang akan memengaruhi produksi bijih tembaga Freeport.
Bahkan, jika gangguan produksi terjadi dalam jangka waktu yang lama, Freeport diprediksi mengalami kekurangan pasokan tembaga untuk diolah di smelter perusahaan.
“Penghentian operasional tambang sehubungan terjadinya kasus kecelakaan ini harus dimaklumi sebagai standar prosedur yang harus dilakukan mengingat saat ini upaya penyelamatan terhadap 7 pekerja yang terjebak di dalam masih sedang dilakukan,” ungkap Sudirman.
Terkait dengan itu, Sudirman memandang manajemen PTFI seharusnya memperhitungkan konsekuensi yang harus dipikul imbas longsor yang terjadi. Hal tersebut juga dilakukan demi memastikan keselamatan kerja dan operasional tambang secara keseluruhan.
Di sisi lain, analis komoditas dan Founder Traderindo Wahyu Laksono memproyeksikan harga tembaga dunia berpotensi menyentuh level US$10.500—US$10.800 per ton, imbas longsor yang terjadi di tambang Grasberg milik Freeport.
Wahyu menjelaskan, sepanjang pekan lalu, harga tembaga global terkerek naik akibat sentimen gangguan operasional di tambang PTFI tersebut. Gangguan operasional itu dinilai secara langsung mengurangi pasokan salah satu tambang tembaga terbesar di dunia itu.
“Gangguan ini secara langsung mengurangi pasokan dari salah satu tambang tembaga terbesar di dunia, menciptakan kepanikan pasar dan sentimen bullish,” kata Wahyu ketika dihubungi, Senin (15/9/2025).
Wahyu memprediksi harga tembaga global bisa menyentuh US$10.800/ton jika gangguan operasional di tambang GBC Freeport berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan.
Sementara itu, jika operasional tambang tersebut dapat pulih dengan cepat maka harga tembaga global diprediksi mengalami koreksi turun.
Dia memprediksi nilai resistance terdekat yang akan diuji yakni pada level US$10.250/ton. Jika level tersebut, maka level resistance terdekat berada di angka US$10.500/ton.
Sementara itu, level support tembaga terkuat berada di level US$9.800/ton. Jika harga tembaga melandai ke level tersebut, ia mencermati level support berikutnya di level US$9.650/ton.
“Outlook jangka pendek cenderung bullish atau menguat. Gangguan pasokan dari Freeport dan pelemahan USD akan terus menjadi katalis positif. Harga berpotensi menguji level US$10.500,” kata Wahyu.

Lumpuh Sebagian
Dirjen Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tri Winarno mengungkapkan longsor tersebut membuat kapasitas produksi tambang Freeport turun menjadi 30% dari total kapasitas.
Tri memastikan proses evakuasi tujuh pekerja di tambang Freeport masih berlangsung hingga siang hari ini. Saat ini, tim evakuasi berupaya mengeluarkan material longsor yang menutup akses menuju tambang GBC.
“Produksi pasti berdampak. Sementara ini, produksi [di tambang GBC] berhenti. [Kapasitas produksi tambang hanya] 30% dari kapasitas total,” kata Tri, ditemui awak media, di Kompleks Parlemen, Senin (15/9/2025).
Freeport-McMoRan Inc. sebelumnya melaporkan adanya insiden longsor di areal pertambangan Grasberg, Papua Tengah pada Senin (8/9/2025) malam.
Insiden terjadi sekitar pukul 22:00 WIT, di mana terjadi aliran material basah dalam jumlah besar dari titik pengambilan produksi di salah satu dari lima blok produksi tambang bawah tanah Grasberg Block Cave.
“Insiden tersebut menghalangi akses ke area-area tertentu di dalam tambang, sehingga membatasi rute evakuasi bagi tujuh anggota tim. Lokasi para pekerja telah diketahui, dan mereka diyakini aman,” papar Freeport dalam laporan yang dilansir Selasa (9/9/2025).
Hingga saat ini Freeport Indonesia mengandalkan tiga tambang yang dimiliki yakni; Grasberg Block Cave yang menghasilkan sekitar 140.000 ton bijih sehari, Deep Mill Level Zone (DMLZ) sekitar 70.000 ton bijih sehari, dan Big Gossan 7.000 ton bijih per hari dengan kadar tembaga yang lebih tinggi.
Adapun, Freeport sebelumnya mengungkapkan bahwa Kementerian ESDM menyetujui volume bijih yang ditambang perusahaan sebanyak 212.000 ton per hari dalam revisi rancangan kerja anggaran dan biaya (RKAB) 2025.
Dalam bijih tersebut terdapat 1% kandungan tembaga dan 1 gram/ton emas. Sementara itu, bijih yang ditambang secara anual ditargetkan sebanyak 75—77 juta ton untuk tahun ini.
Jumlah konsentrat yang diproduksi secara harian disetujui sebanyak 10.000 ton dan secara tahunan 3,5 juta ton, tergantung kadar tembaga yang ditambang. Kemudian, produksi tembaga tahun ini sebanyak 1,67 miliar pon, emas 1,6 juta ons, dan 5,7 juta ons.