Smelter Nikel Bertumbangan, Industri Harap Permintaan Stainless Steel Bisa Tumbuh

Smelter Nikel Bertumbangan, Industri Harap Permintaan Stainless Steel Bisa Tumbuh

Bisnis.com, JAKARTA — Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) optimistis permintaan stainless steel akan tumbuh positif dan mendorong pemulihan industri smelter nikel di tengah tantangan harga hingga kondisi ekonomi global yang tak pasti.  Sekretaris Umum FINI Mellysa Tanoyo mengatakan, arah hilirisasi dari smelter nikel kadar tinggi yang menghasilkan produk turunan stainless steel masih prospektif dan dapat dioptimalkan potensinya.  “Kalau stainless steel, proyeksinya mestinya akan tetap naik terus ya. Memang pasti ada ada siklusnya, jadi tidak akan kita selalu on the top gitu ya. Tapi memang ada masanya dia akan seperti kemarin-kemarin ini kan mulai agak turun ya,” kata Mellysa, dikutip Kamis (31/7/2025).  Sementara itu, untuk smelter nikel kadar rendah yang hasil turunannya digunakan untuk produk ekosistem electric vehicle (EV) disebut masih menantang. Sebab, pengembangan dan pasar EV yang belum stabil karena termasuk teknologi baru.

Di sisi lain, dia juga menyebut bahwa kompetisi teknologi baterai antara lithium ferro phosphate (LFP) dengan nickel manganese cobalt (NMC) yang masih ketat.  “Mungkin itu juga karena pengaruh dari global dan politik isu global gitu ya dari China dan AS juga. Tapi sebenarnya overall pastinya akan sedikit demi sedikit kita akan kembali lagi,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Mellysa mengakui bahwa sejumlah smelter nikel mengalami kondisi sulit saat ini. Namun, pelaku usaha masih terus berupaya agar produksi dapat berjalan optimal.  “Jadi memang sih ada beberapa yang memang lagi suffer gitu ya, karena kan memang kondisi secara market lagi susah, terus banyak juga regulasi juga yang membuat kita jadi lebih, gimana ya, lebih harus kreatif dalam me-maintain cost kita,” tuturnya.  Sebagian besar pengusaha smelter yang dalam masa sulit saat ini dikarenakan nilai keekonomian yang makin susut sehingga harus melakukan efisiensi dan pengetatan operasional.  “Beberapa juga kita tanya, ada juga yang lagi mungkin mengalihkan produksinya menjadi dia under maintenance gitu. Kami harapannya sih pasti balik secepatnya, nanti kita lihat gimana market-nya. Belum bisa dilihat ya, karena sangat dinamis lah market kurang lebih,” pungkasnya.  Kendati demikian, produk stainless steel Indonesia saat ini menghadapi tantangan ancaman daya saing lantaran dikenakan perpanjangan bea masuk antidumping (BMAD) ke China sebesar 20,2% per 1 Juli 2025.

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Sudirman Widhy Hartono mengatakan, kebijakan tersebut dapat berdampak besar terhadap daya saing industri pengolahan nikel di dalam negeri. “Pengenaan bea masuk produk stainless steel ini berpotensi mengurangi daya saing produk Indonesia karena margin keuntungan yang berkurang,” kata Sudirman kepada Bisnis, beberapa waktu lalu.  Menurutnya, bea masuk ini merupakan tantangan serius bagi industri stainless steel nasional. Sebab, hal itu terjadi di tengah kenaikan biaya produksi dan penurunan harga nikel global akibat menurunnya permintaan, serta kondisi geopolitik dunia yang tidak menentu. Sementara itu, stainless steel merupakan produk turunan dari NPI yang merupakan produk hasil pabrik rotary kiln electric furnace (RKEF). Saat ini, smelter tersebut banyak beroperasi di Kawasan Industri IMIP, IWIP serta beberapa Kawasan industri lainnya. “Efek lanjutan, jika pabrik stainless steel dan RKEF mengalami tekanan biaya dan beban produksi yang tinggi, bisa jadi akan menyebabkan penurunan produksi yang berpotensi menekan volume ekspor, serta perolehan devisa dari ekspor,” terangnya.

Sumber :  https://ekonomi.bisnis.com/read/20250731/257/1898125/smelter-nikel-bertumbangan-industri-harap-permintaan-stainless-steel-bisa-tumbuh

Untuk Pendaftaran Keanggotaan Dapat Menghubungi Bagian Keanggotaan Sekretariat PERHAPI