Untung-Rugi Wacana Danantara Caplok Aset Smelter Nikel Gunbuster

Untung-Rugi Wacana Danantara Caplok Aset Smelter Nikel Gunbuster

Bloomberg Technoz, Jakarta – Pakar pertambangan memandang wacana Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara mengakuisisi aset smelter nikel milik PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) berpotensi menimbulkan kerugian dan keuntungan pada saat yang sama.

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Sudirman Widhy menjelaskan wacana akuisisi tersebut berpotensi merugikan Danantara sebab Indonesia telah memiliki banyak smelter nikel pirometalurgi berbasis rotary kiln electric furnace (RKEF) yang memproduksi feronikel (FeNi) dan nickel pig iron (NPI).

Sementara itu, permintaan global terhadap dua produk olahan nikel dipandang tengah tertekan hingga akhirnya muncul potensi kelebihan pasokan (oversupply) yang menyebabkan harga FeNi dan NPI kurang ekonomis.

“Harga nikel saat ini berada di level terendah sejak 2020, sekitar US$15.000/ton, sehingga menekan margin dan membuat banyak smelter kehilangan economic viability. Alih-alih untung, bisa jadi akan menyebabkan kerugian [bagi Danantara],” kata Sudirman melalui pesan singkat, dikutip Kamis (14/8/2025).

 

 

 

Selain itu, Sudirman memandang langkah Danantara tersebut bisa menyebabkan kerugian jika faktor eksternal seperti pemberlakuan tarif antidumping oleh China tak dipertimbangkan.

Terlebih, China telah memutuskan memperpanjang penerapan bea masuk antidumping (BMAD) terhadap produk baja nirkarat asal Indonesia dengan tarif hingga 20,2%.

Kebijakan itu dipandang Sudirman dapat menekan permintaan FeNi dan NPI dari Indonesia, mengingat sekitar 80% produksi smelter nikel berbasis RKEF di Tanah Air diserap oleh industri baja nirkarat China.

Sudirman juga meminta Danantara mewaspadai cadangan bijih nikel saprolit yang terbatas. Dia menilai, dengan jumlah smelter RKEF yang lebih dari 50 pabrik tengah beroperasi di Indonesia, umur cadangan saprolit pun menyusut.

“Diperkirakan, umur cadangan saprolit sebagai bahan baku RKEF hanya cukup dalam 10 tahun ke depan,” ungkapnya.

Potensi Keuntungan

Di sisi lain, Sudirman tetap memandang rencana Danantara tersebut dapat menguntungkan sebab GNI tengah memiliki valuasi saham yang turun akibat krisis keuangan yang menimpa induk usahanya di China; Jiangsu Delong Nickel Industry Co.

“Artinya, Danantara bisa mendapatkan harga RKEF dan fasilitas pendukungnya dengan harga murah,” tegas dia.

Lalu, akuisisi tersebut dipandang berpotensi menguatkan program hilirisasi nikel pemerintah sebab produksi smelter GNI nantinya bisa lebih diarahkan untuk menyokong program prioritas presiden tersebut.

“Tidak lebih dari 5 pabrik nikel berbendera Indonesia, dari kurang lebih 60 pabrik nikel yang telah beroperasi,” ungkap dia.

Terakhir, Sudirman menegaskan langkah Danantara tersebut dapat mencegah terjadinya pemutusan hak kerja (PHK) massal di smelter GNI. Setidaknya terdapat 10.000 pekerja yang disebut akan terselamatkan jika Danantara merealisasikan rencananya tersebut.

Untuk itu, Sudirman menilai secara umum rencana Danantara tersebut akan menguntungkan dalam jangka panjang.  Danantara dinilai akan mengeluarkan dana yang tidak begitu tinggi untuk mengakuisisi GNI dan setelahnya dapat memanfaatkan smelter tersebut untuk mendukung program hilirisasi pemerintah.

Akan tetapi, dia menegaskan langkah tersebut perlu dilakukan secara hati-hati dan Danantara harus memitigasi risiko yang timbul. Apalagi, smelter RKEF tengah mengalami tekanan margin keuntungan akibat kelebihan pasokan nikel dan fluktuasi harga komoditas.

“Kondisi ekonomi dunia yang masih rentan, ketergantungan ekspor ke China, serta tantangan tata kelola dan internal Danantara menjadi hal  yang perlu dipertimbangkan,” pungkas dia.

Adapun, Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menyebut BPI Danantara berpeluang membentuk konsorsium dengan perusahaan China untuk bekerja sama mengakuisisi aset smelter nikel milik PT GNI.

Anggota Dewan Penasihat Pertambangan APNI Djoko Widajatno mengatakan kabar seputar rencana akuisisi smelter GNI oleh Danantara masih terus berkembang. Saat ini, sebutnya, Danantara dikabarkan masih menunggu persetujuan pemangku kepentingan dan proses due diligence.

“Proses ini sedang dalam tahap evaluasi dan due diligence, dengan rencana kerja sama bersama MIND ID, induk BUMN pertambangan, sebagai mitra utama dalam akuisisi tersebut,” kata Djoko ketika dihubungi, dikutip Selasa (12/8/2025).

Djoko juga berpendapat terdapat kemungkinan Danantara bekerja sama dengan perusahaan asal China, sebab akuisisi GNI diperkirakan memakan biaya yang cukup besar. Akan tetapi, dia belum mendapatkan kabar terbaru perundingan pendanaan dari konsorsium keuangan tersebut.

Menurut Djoko, Danantara akan menyiapkan pendanaan awal akuisisi GNI sekitar US$20 miliar.

Selain dari Danantara, kata Djoko, pendanaan untuk GNI berasal dari kredit sindikasi senilai US$60 juta untuk mendukung likuiditas jangka menengah.

Pada kesempatan terpisah, Djoko menjelaskan PT GNI memiliki lebih dari 20 lini produksi NPI untuk bahan baku baja nirkarat atau stainless steel.

Namun, hampir seluruh lini produksi PT GNI telah offline sejak awal 2024, dan hanya “sebagian lini yang masih berjalan.”

“Estimasinya lebih dari 15 lini produksi [GNI] telah dihentikan, kemungkinan mendekati total shutdown,” kata Djoko saat dihubungi, medio Juli.

Namun, menurut keterangan Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Setia Diarta, anak usaha grup konglomerat China, Jiangsu Delong, itu masih menunggu jadwal rapat dengan krediturnya untuk mendapatkan pendanaan baru.

Dia menyatakan jadwal rapat PT GNI dengan krediturnya dijadwalkan pada pertengahan bulan ini.

“Kami dapat kabar, baru pertengahan Agustus ini rapatnya terjadwal,” kata Setia ketika dimintai konfirmasi, Selasa (12/8/2025).

Chief Executive Officer (CEO) BPI Danantara Rosan Roeslani sebelumnya mengonfirmasi tengah membuka peluang mengakuisisi smelter PT GNI, yang notabene merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN) hilirisasi nikel. Rencana investasi itu saat ini tengah dikaji.

Rosan menyatakan Danantara memang tengah mengkaji investasi ke proyek hilirisasi serupa. Jika smelter milik anak usaha Jiangsu Delong itu masuk kedalam kriteria investasi, tegasnya, Danantara bisa saja berinvestasi di PT GNI.

“Kan ada beberapa proyek yang on the pipeline yang kita lihat. Ya kita lihat aja kalau yang memang feasible dan memang baik, ya kita kaji semua kok,” kata Rosan ketika ditemui di Kementerian ESDM, Selasa (22/7/2025).

Sumber : https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/80575/untung-rugi-wacana-danantara-caplok-aset-smelter-nikel-gunbuster/2

Untuk Pendaftaran Keanggotaan Dapat Menghubungi Bagian Keanggotaan Sekretariat PERHAPI