JAKARTA – Sebanyak 23 asosiasi di sektor pertambangan bersatu menyelenggarakan Halalbihalal Akbar 2025 di Hotel Sultan, Jakarta, pada Senin (21/4). Acara ini menjadi ajang silaturahmi dan konsolidasi terbesar lintas asosiasi pertambangan di Indonesia.
Ketua Panitia Halalbihalal sekaligus Wakil Ketua Umum PERHAPI, Resvani, menyebut kegiatan ini sebagai momentum bersejarah yang menunjukkan kekuatan persatuan antar pemangku kepentingan di industri tambang nasional.
“Ini adalah acara Halalbihalal terbesar yang pernah diselenggarakan di lintas asosiasi pertambangan,” kata Resvani dalam sambutannya.
“Ini adalah acara Halalbihalal terbesar yang pernah diselenggarakan di lintas asosiasi pertambangan,”
Resvani, Wakil Ketua Umum PERHAPI
Wakil Ketua Umum PERHAPI menekankan bahwa keragaman dan kompleksitas industri pertambangan Indonesia membutuhkan semangat kebersamaan dalam menghadapi tantangan global, mulai dari isu geopolitik hingga geoekonomi.
“Saat ini, kita semua menghadapi tantangan besar. Namun, Indonesia punya peluang besar jika seluruh elemen di subsektor minerba bisa bersatu dan bergerak bersama,” ujarnya.
Industri pertambangan pada awal 2025 memang tengah dihadapkan pada berbagai tekanan. Penurunan harga komoditas, kenaikan tarif B40 dan royalti, serta pemberlakuan kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) 100 persen selama setahun menjadi beberapa tantangan krusial.
Situasi diperparah dengan kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang memperberat langkah pelaku usaha sektor ekstraktif. Kenaikan biaya produksi dan tekanan regulasi turut membayangi masa depan industri ini.
“Kita harus memaknai bagaimana bisa sukses menghadapi berbagai tekanan, mulai dari menurunnya harga komoditas hingga kebijakan internasional yang menekan,” tambahnya.
Pentingnya Efisiensi
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, yang turut hadir, menyoroti pentingnya efisiensi dalam pemanfaatan cadangan mineral dan batu bara yang kian terbatas. Ia menekankan bahwa pemenuhan rantai pasok untuk ekosistem kendaraan listrik menjadi salah satu tantangan utama ke depan.
“Tantangan kita adalah pemenuhan rantai pasok untuk kendaraan listrik. Kita harus memanfaatkan cadangan mineral dan batu bara seefisien mungkin,” ujar Yuliot.
Selain itu, ia menekankan perlunya perbaikan regulasi untuk menyederhanakan persyaratan investasi, meningkatkan efisiensi, serta memperkuat daya saing industri tambang nasional. Aspek lingkungan dan infrastruktur juga menjadi fokus pembenahan pemerintah.
“Perbaikan regulasi, pengelolaan dampak lingkungan, dan peningkatan infrastruktur sangat penting untuk mendukung daya saing nasional,” tutupnya. (CMA).