Bloomberg Technoz, Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memastikan penyesuaian tarif royalti mineral dan batu bara (minerba) bakal berlaku efektif berlaku pekan kedua April alias pekan depan.
Kementerian ESDM pun akan segera menerbitkan Keputusan Menteri untuk daftar tarif royalti baru, yang mayoritas direncanakan mengalami kenaikan tersebut.
“Oh sudah [rampung] dan dalam waktu dekat sudah berlaku efektif. Minggu kedua bulan ini sudah berlaku efektif, kan sudah tersosialisasikan,” kata Bahlil ditemui di Kementerian ESDM, Rabu (9/4/2025).
Bahlil menuturkan dalam aturan tersebut nantinya terdapat rentang persentase yang akan diberlakukan. Ketika harga komoditas minerba yang bersangkutan naik, tarif royaltinya pun akan naik karena bersifat progresif.
“Itu ada range-nya. Kalau harganya nikel atau emas naik, ada range [besaran royalti] tertentu. Namun, kalau tidak naik, itu [tarif royalti] tidak juga naik. Ya kalau harga naik, otomatis kan perusahaan dapat untung dong. Masak kemudian kalau dapat untung, negara tidak mendapat bagian,” jelas Bahlil.
Rasa Keadilan
Bahlil kembali menggarisbawahi adanya penyesuaian tarif royalti tersebut untuk memberikan rasa keadilan bagi negara dan penambang. Ketika harga komoditas minerba naik, menurutnya, negara juga layak menerima pendapatan lebih besar. Sebaliknya, saat harga komoditas turun, pemerintah tak akan memberatkan pengusaha.
“Kita mau win-win. Kita ingin pengusahanya baik, negaranya juga baik,” ujarnya.
Di sisi lain, Bahlil juga menghargai berbagai kritik dan masukan terkait dengan kenaikan royalti diusulkan naik dua kali lipat dari tarif sebelumnya.
Bahkan, banyak kalangan yang berpandangan wacana kenaikan royalti minerba sebaiknya ditunda, di tengah risiko pelemahan permintaan komoditas tambang RI akibat perang tarif yang digaungkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
“Kita menghargai semua masukan. Akan tetapi, kan kita melihat pada suatu kepentingan lebih besar daripada bangsa kita,” imbuhnya.
Secara terpisah, Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menilai wacana kenaikan royalti minerba sebaiknya ditunda, di tengah perang tarif yang diumumkan Donald Trump.
Ketua Umum Perhapi Sudirman Widhy Hartono menjelaskan, selain wacana kenaikan tarif royalti, sektor pertambangan nasional ditekan oleh beberapa kebijakan fiskal dan nonfiskal pemerintah yang berlaku mulai tahun ini.
Kebijakan fiskal yang dinilai memberatkan penambang a.l. rencana kenaikan tarif royalti minerba, wajib retensi 100% devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) selama setahun, hingga kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%.
Adapun, regulasi nonfiskal yang dianggap menyulitkan a.l. pencabutan subsidi FAME untuk biodiesel B40 selain bagi segmen pelayanan publik atau public service obligation (PSO), serta mandatori penggunaan harga batu bara acuan (HBA) dalam kegiatan ekspor komoditas tersebut.
“Pemerintah harus membantu industri dengan menunda dahulu semua kebijakan fiskal, seperti rencana kenaikan royalti, dan nonfiskal; sehingga tidak membebani biaya pertambangan di tengah penurunan harga komoditas,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (9/4/2025).
Selain meminta kelonggaran dari pemerintah, Sudirman juga menyarankan agar perusahaan pertambangan fokus mengupayakan efisiensi biaya, sehingga senantiasa siap menghadapi kemungkinan penurunan harga komoditas dan pelemahan permintaan di tengah situasi perang tarif global.