Menjadikan Hilirisasi Motor Pertumbuhan Ekonomi Jangka Panjang

Menjadikan Hilirisasi Motor Pertumbuhan Ekonomi Jangka Panjang

Perluasan program hilirisasi yang kini mencakup 28 komoditas dari delapan sektor menandai pergeseran penting dari sekadar eksploitasi sumber daya menuju penciptaan nilai tambah. Inisiatif ini berpotensi besar untuk menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi di masa depan, dengan catatan proses peningkatan nilai tambah harus berlanjut hingga mencapai tahap industrialisasi penuh.

Gencarnya program hilirisasi ini tidak terlepas dari keberhasilan peningkatan nilai tambah pada nikel, meskipun sebagian besar masih berupa produk antara. Sejak larangan penuh ekspor bijih nikel pada 2020, komoditas ini wajib diolah di dalam negeri untuk menghasilkan bahan baku baja nirkarat (stainless steel) ataupun baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV).

Selain nikel, jenis mineral lain yang terus didorong dalam program hilirisasi adalah bauksit, tembaga, dan timah. Di luar sektor mineral, hilirisasi juga menyentuh sektor pertanian melalui industri minyak sawit mentah (CPO) dan oleokimia, kehutanan melalui industri pulp dan kertas, minyak dan gas bumi (migas) melalui petrokimia, serta ekosistem kendaraan listrik melalui pembuatan baterai.

Menurut data Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi sepanjang 2024 mencapai Rp 1.714,2 triliun, atau tumbuh 20,8 persen dari tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, sektor hilirisasi—yang mencakup mineral, pertanian, kehutanan, migas, dan ekosistem EV—berkontribusi sebesar Rp 407,8 triliun atau 23,8 persen dari total investasi.

Dalam peta jalan hilirisasi, pemerintah mendorong 28 komoditas unggulan dari delapan sektor, yakni mineral, batubara, minyak bumi, gas bumi, perkebunan, kelautan, perikanan, dan kehutanan. Total investasi yang dibutuhkan diperkirakan mencapai 618,1 miliar dollar AS hingga 2040. Dari target tersebut, sektor mineral dan batubara (minerba) menjadi andalan dengan proyeksi investasi sebesar 498,4 miliar dollar AS.dengan target investasi sebesar 498,4 miliar dollar AS.

Alat berat beroperasi di area stockpile bauksit PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW) di Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, Rabu (30/4/2025). PT WHW merupakan salah satu Smelter Grade Alumina (SGA) refinery pertama dan terbesar di Indonesia. Mulai beroperasi penuh sejak Juni 2016 saat ini kapasitas produksi Smelter Grade Alumina (SGA) mencapai sekitar dua juta ton setahun. Sebagian besar bauksit sebagai bahan baku utama diperoleh dari Kalimantan Selatan.

Alat berat beroperasi di area “stockpile” bauksit PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW) di Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, Rabu (30/4/2025). PT WHW merupakan salah satu Smelter Grade Alumina (SGA) “refinery” pertama dan terbesar di Indonesia.

Ketua Bidang Kajian Mineral Strategis, Mineral Kritis, dan Hilirisasi Mineral Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) M Toha mengatakan bahwa logam, termasuk nikel, akan selalu dibutuhkan oleh negara-negara di seluruh dunia. Hal ini juga berlaku untuk produk akhir seperti sendok garpu dari stainless steel dan kabel dari tembaga.

Sebagai negara yang dianugerahi beragam mineral, Indonesia memiliki peluang besar untuk mengambil peran penting dalam persaingan global. Apabila hilirisasi telah mencapai tahap produk akhir atau industrialisasi terwujud, peningkatan nilai tambah dari produk tambang berpeluang mendorong pertumbuhan ekonomi secara konsisten.

”Pertumbuhan ekonomi diharapkan akan terwujud jika hilirisasi diselesaikan hingga tahap produk akhir. Dengan tumbuhnya industri-industri turunan, dampak bergandanya (multiplier effect) akan terus bergulir,” kata M Toha, Senin (6/10/2025).

Ia mencontohkan, pertumbuhan industri hilir mineral akan mendorong peningkatan kebutuhan tenaga kerja serta memperluas rantai pasok. Dampaknya, perputaran uang dari sektor barang dan jasa akan meningkat, sementara nilai tambah mineral yang dihasilkan berlipat ganda dan memberikan dorongan nyata bagi pertumbuhan ekonomi.

Salah seorang pekerja di salah satu pabrik di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) tengah menyelesaikan gulungan carbon steel untuk dikemas sebelum diekspor menuju negara tujuan, Selasa (27/7/2025). Gulungan carbon steel merupakan salah satu produk smelter yang ada di kawasan IMIP.

Salah seorang pekerja di salah satu pabrik di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) tengah menyelesaikan gulungan “carbon steel” untuk dikemas sebelum diekspor menuju negara tujuan, Selasa (27/7/2025). Gulungan “carbon steel” merupakan salah satu produk smelter yang ada di kawasan IMI

Optimalisasi manfaat

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, mengatakan, hilirisasi mineral memiliki potensi besar untuk berkontribusi secara konsisten bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, tantangan saat ini adalah proses hilirisasi yang belum mencapai tahap produk akhir sehingga potensinya belum optimal.

”Hilirisasi perlu didorong hingga tuntas agar ekosistem terbangun secara utuh, tidak parsial. Optimalisasi inilah yang saat ini belum tercapai,” kata Fahmy.

Ia juga mendorong agar kenaikan produk domestik regional bruto (PDRB) dan pendapatan daerah di sentra-sentra nikel diikuti dengan manfaat yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat setempat. Gencarnya hilirisasi, yang mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, sudah semestinya turut dirasakan masyarakat untuk membantu mengikis tingkat kemiskinan.

Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu mengatakan, mendorong hilirisasi sektor mineral berarti membangun sebuah ekosistem. Peningkatan nilai tambah tambang menjadi produk yang dibutuhkan industri manufaktur akan berkontribusi signifikan dalam pertumbuhan ekonomi nasional ke depan.

Dalam menggenjot hilirisasi, ada sejumlah aspek yang mesti dipastikan, di antaranya pelayanan perizinan yang baik, cepat, dan mudah, serta penciptaan iklim investasi yang kondusif. Pada akhirnya, hal tersebut akan berdampak positif pada peningkatan daya saing industri Indonesia dalam persaingan global.

Bagaimanapun, hilirisasi mineral bukan sekadar untuk nilai tambah ekonomi, tetapi juga untuk kepemimpinan Indonesia dalam rantai pasok rendah karbon. ”Saat ini, Indonesia sedang membangun fondasi ekonomi masa depan, di mana sumber daya alam dikelola untuk mendorong kemakmuran yang berkelanjutan,” kata Todotua, Kamis (2/10/2025).

Pekerja menunjukkan nickel sulfate di pabrik peleburan nikel (smelter) dengan teknologi high pressure acid leaching (HPAL) di kawasan penambangan dan industri pengolahan nikel grup Harita Nickel di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, Selasa (2/7/2024). Selain nickel sulfat, pengolahan nikel dengan HPAL juga menghasilkan cobalt sulfate dan mixed hidroxyde precipitate (MHP). KOMPAS/HERU SRI KUMORO 2-7-2024

Pekerja menunjukkan nickel sulfate di pabrik peleburan nikel (smelter) dengan teknologi “high pressure acid leaching” (HPAL) di kawasan penambangan dan industri pengolahan nikel grup Harita Nickel di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, Selasa (2/7/2024). Selain “nickel” sulfat, pengolahan nikel dengan HPAL juga menghasilkan “cobalt sulfate” dan “mixed hidroxyde precipitate” (MHP).

Integrasi rantai pasok

Dalam memacu pertumbuhan ekonomi, pemerintah menargetkan total investasi sebesar Rp 13.000 triliun selama 2025-2029. Dari jumlah tersebut, hilirisasi minerba diproyeksikan berkontribusi sebesar 20 miliar dollar AS atau sekitar Rp 331,2 triliun. Hilirisasi mineral, termasuk untuk komponen pembangkit listrik energi terbarukan, juga menjadi bagian dari target ini.

Sekretaris Perusahaan Mind ID, induk BUMN pertambangan Indonesia, Pria Utama, mengatakan, salah satu bentuk hilirisasi mineral yang tengah dijalankan adalah peningkatan nilai tambah bauksit menjadi aluminium. Melalui integrasi di Grup Mind ID, bauksit diolah untuk menjadi bahan baku strategis yang mendukung agenda industrialisasi nasional.

Integrasi tersebut mencakup optimalisasi tambang bauksit, pembangunan fasilitas smelter grade alumina refinery (GAR), dan smelter aluminium. Sebagai gambaran, bauksit yang bernilai sekitar 40 dollar AS per ton dapat meningkat menjadi 575 dollar AS dalam bentuk alumina, dan melonjak hingga 2.700 dollar AS per ton jika sudah menjadi aluminium. Melalui rantai pasok ini, diharapkan ada dampak ekonomi yang signifikan, tidak hanya bagi ekonomi nasional, tetapi juga bagi daerah.

Pada komoditas nikel, salah satu proyek hilirisasi terintegrasi adalah Indonesia Growth Project (IGP) di Pomalaa, Sorowako, dan Morowali, oleh PT Vale Indonesia Tbk, yang juga bagian dari Mind ID. Proyek ini bertujuan mendukung penghiliran nikel Indonesia ke arah sektor energi terbarukan dan kendaraan listrik.

Proyek tersebut diharapkan memberi dampak inklusif, termasuk penyerapan tenaga kerja yang besar. Proyek IGP Pomalaa di Sulawesi Tenggara telah menyerap 4.156 pekerja, IGP Sorowako Limonite (Sorlim) di Sorowako menyerap sekitar 381 tenaga kerja, dan IGP Morowali di Sulawesi Tengah menyerap sekitar 3.735 tenaga kerja.

”Kami memastikan proyek hilirisasi yang kami jalankan di Sulawesi mampu menghadirkan dampak ikutan yang langsung dirasakan masyarakat, terutama melalui penyediaan kesempatan kerja dan peningkatan ekonomi daerah,” kata Pria, Minggu (21/9/2025).

Target pertumbuhan ekonomi tinggi, bahkan hingga 8 persen, bukanlah perkara mudah. Namun, salah satu upaya untuk mencapainya adalah melalui program hilirisasi sumber daya alam. Hilirisasi bukan sekadar upaya mengekstraksi sumber daya, melainkan memastikan pengelolaannya berjalan berkelanjutan agar manfaatnya dapat dirasakan lebih luas dan merata.

Sumber : https://www.kompas.id/artikel/menjadikan-hilirisasi-motor-pertumbuhan-ekonomi-jangka-panjang