Bloomberg Technoz, Jakarta – Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) meminta pemerintah mengkaji ulang rencana penyesuaian iuran royalti mineral dan batu bara (minerba), dengan melibatkan masukan dari pelaku usaha sektor pertambangan mineral dan tidak hanya sektor batu bara.
“Kami sangat menyarankan agar rencana revisi tarif royalti komoditas pertambangan ini dibicarakan kembali dengan pelaku industri tambang mineral, khususnya komoditas nikel,” kata Ketua Perhapi Sudirman Widhy saat dihubungi, Jumat (14/3/2025).
Sudirman menyebut Perhapi memahami keinginan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Akan tetapi, asosiasi menyayangkan jika pemerintah tidak mengajak berdiskusi terlebih dahulu kalangan pelaku industri pertambangan, khususnya sektor mineral seperti nikel.
Dia mendengar pemerintah sudah berdiskusi lebih dahulu dengan Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI). Seharusnya, pemerintah juga melakukan hal yang sama dengan Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) dan Forum Industri Nikel Indonesia (FINI).
“Mengingat usulan perubahan tarif royalti tersebut dikhawatirkan akan makin memberatkan pelaku industri nikel tersebut,” ujarnya.
Biaya Operasional
Sudirman memerinci saat ini biaya operasional pertambangan maupun pengolahan nikel sudah meningkat akibat kenaikan harga biodiesel B40, kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%, wajib retensi 100% devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) selama 12 bulan, dan biaya investasi yang besar.
Pada saat bersamaan, harga nikel di pasar dunia sangat fluktuatif, bahkan cenderung turun.
APNI sendiri mengakui kenaikan tarif royalti bakal makin menekan industri pertambangan nikel, yang selama ini sudah tergencet efek negatif penurunan harga nikel.
Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin Lengkey mengatakan APNI memang belum pernah diajak diskusi oleh pemerintah, khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), ihwal kenaikan tarif royalti tersebut.
“Tidak [diajak diskusi]. [Ada] diskusi publik, tetapi sudah ditetapkan. Selama ini kalau usulan pemerintah ujung-ujungnya bakal diketok [disahkan],” tuturnya.
Untuk itu, kata dia, APNI akan mengumpulkan seluruh penambang anggotanya untuk berkonsolidasi terkait dengan dampak rencana kenaikan royalti minerba terhadap ongkos produksi industri nikel, mulai dari tingkat hulu di tambang hingga hilir di smelter.
Hasil masukan dan usulan dari pelaku industri tersebut nantinya akan disampaikan kepada pemerintah sebagai bahan pertimbangan sebelum memvonis besaran tarif royalti minerba yang baru.
Dalam paparan Konsultasi Publik Usulan Penyesuaian Jenis dan Tarif PNBP SDA Minerba yang digelar Sabtu (8/3/2025), Kementerian ESDM mengusulkan sejumlah komoditas minerba mengalami kenaikan di antaranya sebagai berikut:
1. Batu bara
Tarif royalti diusulkan naik 1% untuk harga batu bara acuan (HBA) ≥ US$90/ton sampai tarif maksimum 13,5%. Sementara tarif izin usaha pertambangan khusus (IUPK) 14%—28% dengan perubahan rentang tarif (revisi PP No. 15/2022). Semula tarif progresif menyesuaikan HBA, sementara tarif PNBP IUPK sebesar 14%—28%.
2. Nikel
Pemerintah mengusulkan tarif progresif naik mulai 14%—19% menyesuaikan harga mineral acuan (HMA). Sebelumnya berlaku single tariff bijih nikel hanya sebesar 10%.
3. Nickel matte
Tarif progresif diusulkan naik 4,5%—6,5% menyesuaikan HMA sementara windfall profit dihapus. Sebelumnya berlaku single tariff 2% dan windfall profit bertambah 1%.
4. Feronikel
Tarif progresif akan naik mulai 5%—7% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku single tariff hanya sebesar 2%.
5. Nickel pig iron
Tarif progresif naik mulai 5%—7% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku single tariff sebesar 5%.
6. Bijih tembaga
Tarif progresif akan naik mulai 10%—17% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku single tariff hanya sebesar 5%.
7. Konsentrat tembaga
Tarif progresif akan naik mulai 7%—10% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku single tariff hanya sebesar 4%.
8. Katoda tembaga
Tarif progresif akan mulai 4%—7% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku single tariff hanya sebesar 4%.
9. Emas
Tarif progresif akan naik 7%—16% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku tarif progresif mulai 3,75%—10% menyesuaikan HMA.
10. Perak
Tarif royalti akan naik sebesar 5% dari sebelumnya 3,25%.
11. Platina
Tarif royalti akan naik 3,75% dari sebelumnya hanya 2%.
12. Logam timah
Tarif royalti naik mulai 3%—10% menyesuaikan harga jual timah dari sebelumnya single tariff sebesar 3%.
Di sisi lain, Kementerian ESDM juga juga mengusulkan penambahan tarif PNBP baru dari sejumlah komoditas pertambangan yang sebelumnya tidak dikenai royalti dalam PP No. 26/ 2022. Mereka a.l.:
1. Intan
Dalam usulan baru tersebut, iuran tetap untuk kontrak karya (KK) tahap eksplorasi untuk Intan sebesar Rp30.000 dan tahap eksploitasi/OP sebesar Rp. 60.000, dan iuran produksi/royalti single tariff sebesar 6,5%.
2. Perak Nitrat
Dalam usulan terbaru, iuran royalti single tariff perak nitrat dikenakan sebesar 4%.
3. Logam Kobalt
Dalam usulan terbaru iuran royalti single tariff logam kobalt dikenakan sebesar 1,5%.
4. Kobalt sebagai produk ikutan dalam nickel matte
Dalam usulan terbaru iuran royalti single tariff dikenakan sebesar sebesar 2%.
5. Perak dalam konsentrat timbal
Dalam usulan terbaru iuran royalti single tariff dikenakan sebesar sebesar 3,25%.