Terancam Tutup, Smelter Nikel Diminta Bebas dari Pajak GMT

Terancam Tutup, Smelter Nikel Diminta Bebas dari Pajak GMT

Smelter nikel./Bloomberg- Cole Burston

Bloomberg Technoz, Jakarta – Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) berpendapat pengimplementasian aturan pajak minimum global atau global minimum tax (GMT) sebaiknya tidak menyasar perusahaan yang telah berkomitmen investasi di bidang hilirisasi pertambangan mineral.

Ketua Umum Perhapi Sudirman Widhy Hartono menjelaskan perushaaan-perusahaan yang banyak berinvestasi di smelter nikel selama ini mendapatkan insentif libur pajak atau tax holiday. Mereka telah berinvestasi cukup besar di Tanah Air untuk mendukung program penghiliran sektor pertambangan.

Dalam kaitan itu, Sudirman menyebut perusahaan-perusahaan smelter yang baru beroperasi dan belum balik modal sebaiknya tidak dicabut atau dikurangi fasilitas pajaknya dan harus dikenai tarif pajak penghasilan (PPh) badan minimal 15% akibat pemberlakuan GMT mulai Tahun Pajak 2025.

“Jika hal ini terjadi, bukan saja akan menyebabkan Indonesia dianggap tidak memiliki komitmen dalam melindungi kepentingan investor, yang paling dikhawatirkan perusahaan pengolahan tersebut tidak kompetitif dalam menjalankan kegiatan operasinya, sehingga menyebabkan penurunan produksi atau berhenti operasi,” kata Sudirman saat dihubungi, Senin (17/3/2025).

Menurut dia, pemerintah perlu berdiskusi lebih lanjut dengan para pelaku usaha untuk memastikan penerapan GMT tidak memberikan dampak signifikan bagi perusahaan yang telah memperoleh fasilitas fiskal.

Dengan demikian, negara tetap dapat memperoleh pendapatan pajak, sedangkan perusahaan yang sudah berkomitmen mendukung penghiliran tetap dapat beroperasi dengan keuntungan yang memadai.

Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey sebelumnya mengatakan potensi kenaikan tarif pajak akibat pemberlakuan GMT di Indonesia akan memengaruhi ongkos produksi industri nikel di Indonesia.

“Kembali lagi, semuanya itu berpengaruh ke biaya produksi. Ujung-ujungnya di biaya produksi. Biaya produksi ini kan tidak hanya menghitung bahan baku, tetapi keseluruhan [termasuk komponen tarif],” tuturnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia juga menerangkan perusahaan smelter yang telah mendapatkan tax holiday akan berhitung ulang, khususnya terhadap arus kas karena beban usaha makin bertambah untuk memenuhi aturan GMT.

Menurut catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), per 2024, Indonesia memiliki setidaknya 190 proyek smelter nikel; terdiri dari 54 yang sudah beroperasi, 120 sedang tahap konstruksi, dan 16 dalam tahap perencanaan.

Dari 190 smelter tersebut, hanya 8 atau 9 yang memiliki teknologi berbasis hidrometalurgi untuk mengolah limonit menjadi bahan baku baterai, sedangkan sisanya berbasis pirometalurgi yang mengolah saprolit menjadi bahan baku baja nirkarat.

Adapun, GMT merupakan tarif pajak minimal yang harus dibayarkan oleh perusahaan multinasional. Di Indonesia, mayoritas smelter nikel merupakan perusahaan investor asing yang kemungkinan besar bakal menjadi objek pajak minimum global ini.

Sementara itu, tax holiday merupakan kebijakan insentif fiskal berupa penghapusan sementara pajak untuk periode tertentu. Kebijakan ini biasanya dirancang untuk mendorong aktivitas ekonomi, baik untuk konsumen maupun bisnis.

Pemerintah akan memberlakukan GMT sebesar 15% yang merupakan bagian dari Pilar 2 Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

Pemerintah disebut telah mempersiapkan adopsi pajak tambahan minimum domestik atau Qualified Domestic Minimum Top-Up Tax (QDMTT).

Pengadopsian itu perlu dilakukan agar Indonesia berhak mengenakan pajak tambahan atas perusahaan multinasional yang masuk ke dalam kriteria wajib pajak dikenakan GMT 15%, sebelum negara lain dapat mengenakan pajak tambahan.

“Untuk memitigasi risiko agar top-up tax tidak dikenakan di negara lain, PMK No. 69/2024 telah dilengkapi dengan Pasal 15A yang menegaskan bahwa wajib pajak yang memanfaatkan tax holiday dapat dikenakan top-up tax di Indonesia,” kata Deputi Bidang I Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Ferry Irawan, awal November.

Sumber :  https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/65925/terancam-tutup-smelter-nikel-diminta-bebas-dari-pajak-gmt