Stainless Steel Kena BMAD di China, Hilirisasi Nikel RI Terancam Mis Fransiska Dewi

Stainless Steel Kena BMAD di China, Hilirisasi Nikel RI Terancam Mis Fransiska Dewi

Bloomberg Technoz, Jakarta – Keputusan China untuk mengganjar baja nirkarat (stainless steel) dari Indonesia dengan bea masuk antidumping (BMAD) sebesar 20,2% hingga 5 tahun ke depan dinilai akan menjadi tekanan serius bagi hilirisasi nikel di Tanah Air.

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Sudirman Widhy Hartono mengatakan kebijakan tersebut telak bakal menggerus margin industri hilir berbasis nikel di Indonesia.

Terlebih, mayoritas hilirisasi nikel di Tanah Air masih didominasi oleh pabrik pengolahan atau smelter pirometalurgi berbasis rotary kiln electric furnace (RKEF) yang menghasilkan feronikel (FeNi), nickel pig iron (NPI), dan nickel matte untuk bahan baku baja nirkarat yang diekspor ke China.

Tekanan terhadap industri smelter nikel dan baja nirkarat akibat BMAD dari China tersebut, kata Sudirman, terjadi di tengah naiknya biaya produksi dan penurunan harga nikel dunia akibat permintaan yang lesu serta isu geopolitik global.

“Kebijakan [China] tersebut dipicu fakta bahwa Indonesia adalah produsen stainless steel dengan biaya termurah di dunia, dibandingkan dengan industri sejenis dari negara lain,” kata Sudirman saat dihubungi, Kamis (3/7/2025).

Produksi baja nirkarat di Indonesia./dok. APNI

Dia menjelaskan China menuding Indonesia melakukan dumping harga, dengan memberikan sejumlah fasilitas finansial dan kemudahan atau insentif lainnya kepada pabrik pengolahan berbasis nikel yang beroperasi di Tanah Air.

Faktor Hilirisasi

Faktanya, lanjut Sudirman, biaya produksi baja nirkarat dari Indonesia bisa lebih murah dari negara lain—termasuk China — karena beberapa faktor strategis dan struktural; terutama terkait dengan program hilirisasi nikel, dan keunggulan Indonesia yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia.

Tidak hanya itu, pemerintah melakukan pengintegrasian industri pabrik pengolahan RKEF yang menghasilkan NPI dengan pabrik baja nirkarat yang menjadikan NPI sebagai bahan baku utama.

Dengan cadangan nikel yang besar dan kebijakan larangan ekspor bijih nikel sejak 2020, bahan baku bijih nikel Indonesia harus diproses di dalam negeri yang menghasilkan aneka produk turunan untuk industri baja nirkarat.“Produk baja nirkarat merupakan produk turunan dari NPI yang merupakan produk hasil pabrik RKEF yang banyak beroperasi di Kawasan Industri Morowali, Weda Bay, serta beberapa kawasan industri lainnya,” terang Sudirman.

Penggunaan NPI dan FeNi dalam produksi baja nirkarat di Indonesia./dok. APNI

Hilirisasi tersebut berlanjut dengan mengolah lebih ke hilir produk NPI menjadi baja nirkarat yang dilakukan di kawasan industri yang terintegrasi, sehingga mampu mengurangi biaya energi, logistik, tenaga kerja dan investasi infrastruktur pendukung.

“Tentu saja, kebijakan pengenaan bea masuk ini akan berdampak bagi industri baja nirkarat di Indonesia. China selama ini merupakan pasar utama ekspor stainless steel Indonesia,” katanya.

Di sisi lain, dalam beberapa bulan terakhir, pertumbuhan ekonomi China mengalami perlambatan, sedangkan pangsa pasar baja nirkarat lainnya di luar China, kondisinya relatif sama.

“Hal ini memicu kelebihan pasokan produksi, karena penyerapan produk berbasis nikel yang turun. Dampak langsungnya adalah penurunan harga, yang terefleksi dari harga nikel yang mengalami penurunan sepanjang tahun ini,” ujar Sudirman.

Kementerian Perdagangan China awal pekan ini berkeras untuk terus mengenakan BMAD pada impor produk baja nirkarat, termasuk dari Indonesia, di tengah upaya negara itu melindungi industri dalam negeri yang terpukul oleh kelebihan pasokan dan ketidakpastian perdagangan yang terus-menerus.

Beberapa pedagang dan eksekutif industri telah menyatakan harapan bahwa negara konsumen logam terbesar di dunia itu akan mempertimbangkan kembali tarifnya, terutama untuk Indonesia.

Hal itu mengingat peran yang telah dimainkan oleh perusahaan-perusahaan China dalam memperluas produksi nikel dan baja tahan karat di Indonesia, yang saat ini menjadi salah satu pemasok utama keduanya.

Pungutan BMAD — yang mencakup billet baja nirkarat dan gulungan canai panas dari Uni Eropa, Inggris, Korea Selatan, dan Indonesia — akan tetap berlaku selama lima tahun ke depan.

Pungutan BMAD terhadap produsen Indonesia akan tetap tidak berubah sebesar 20,2%, kata pernyataan dari Kementerian Perdagangan China, Senin (30/6/2025).

Beijing juga mempertahankan bea masuk sebesar 43% untuk semua produk baja nirkarat dari perusahaan-perusahaan Uni Eropa dan Inggris dan 103,1% untuk sebagian besar perusahaan Korea Selatan, menurut pernyataan tersebut.

Pungutan atas produk oleh POSCO Holdings Inc., yang memiliki komitmen harga dengan Pemerintah China, akan tetap sebesar 23,1%.

Di Indonesia, hampir semua produk baja nirkarat berasal dari usaha lokal perusahaan besar China termasuk Tsingshan Holding Group Co. Bersama-sama, RI dan China memproduksi hampir tiga perempat baja tahan karat dunia.

Tsingshan sendiri sudah terpaksa untuk mulai menangguhkan beberapa lini produksi baja nirkaratnya di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Sulawesi Tengah, akibat tekanan harga nikel dan lesunya permintaan dari negara asalnya, China.

Sumber : https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/76030/stainless-steel-kena-bmad-di-china-hilirisasi-nikel-ri-terancam

Untuk Pendaftaran Keanggotaan Dapat Menghubungi Bagian Keanggotaan Sekretariat PERHAPI