Bloomberg Technoz, Jakarta – Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) mengatakan daya saing produk turunan nikel dari Tanah Air akan tergerus akibat kebijakan bea masuk antidumping (BMAD) baja nirkarat sebesar 20,2% dari China hingga 5 tahun ke depan.
“Pengenaan bea masuk produk stainless steel ini berpotensi mengurangi daya saing produk Indonesia dikarenakan margin keuntungan yang berkurang,” kata Ketua Umum Perhapi Sudirman Widhy Hartono saat dihubungi, Kamis (3/7/2025).
Pabrik baja nirkarat dan smelter nikel pirometalurgi berbasis rotary kiln electric furnace (RKEF) di Indonesia selama ini sudah mengalami tekanan biaya produksi yang tinggi akibat turunnya harga nikel dan lesunya permintaan dari negara importir utama, yaitu China.
Jika situasi tersebut diperparah dengan pengenaan BMAD oleh Negeri Panda, lanjut Sudirman, tidak menutup kemungkinan makin banyak smelter nikel RKEF di Indonesia yang akan menurunkan produksinya.
“Hal ini berpotensi menekan volume ekspor [produk turunan nikel], serta perolehan devisa dari ekspor,” ujarnya.

Pasar Alternatif
Untuk memitigasi risiko tersebut, Sudirman menyarankan agar para produsen nickel pig iron (NPI) dan baja nirkarat segera mencari pasar alternatif di luar China, guna menghindari beban bea masuk yang besar.
Walakin, dia memahami bahwa kondisi geopolitik dan ekonomi global yang sedang kurang baik kemungkinan bakal menyulitkan upaya diversifikasi pasar itu.
Solusi lainnya, kata Sudirman, pemerintah harus bisa menjadikan momentum ini sebagai katalis untuk mendorong hilirisasi industri berbasis nikel untuk segmen produk akhir atau produk aplikatif.
Dengan demikian, bahan baku NPI dan feronikel (FeNi) yang dihasilkan oleh smelter-smelter RKEF di dalam negeri dapat terserap dan diolah oleh industri offtaker di dalam negeri.
“Harap dipahami, kendati telah menghasilkan NPI hingga baja nirkarat, tetapi produk NPI dan baja nirkarat ini belum akhir dari hilirisasi berbasis nikel. Produk dimaksud masih terbatas di intermediate product atau produk setengah jadi,” kata Sudirman.
“Faktanya, industri hilir berbasis nikel di Indonesia, masih belum berkembang, sehingga hampir seluruh produk NPI dan baja nirkarat masih diekspor ke luar negeri.”
Industri Offtaker
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah berencana membangun industri manufaktur untuk menjadi offtaker produk hilirisasi nikel dari smelter pirometalurgi.
Smelter pirometalurgi yang berbasis RKEF membutuhkan nikel kadar tinggi atau saprolit untuk diolah menjadi NPI, FeNi, atau nickel matte sebagai bahan baku penting dalam pembuatan baja nirkarat atau stainless steel.
“Soal stainless steel, kita lihat ekosistemnya. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan. Untuk stainless steel, pekan lalu saya di China, saya minta mereka untuk [masuk ke] industri hilir seperti pharmaceutical. Misalnya pabrik peralatan operasi; kitchen set seperti garpu, pisau, dan sebagainya; lalu housing,” kata Luhut di sela acara Critical Minerals Conference & Expo, Kamis (5/6/2025).
Dengan demikian, kata Luhut, hilirisasi bijih nikel tidak hanya berhenti sampai pada tataran smelter, tetapi berlanjut ke sektor-sektor yang lebih hilir. Harapannya, pembukaan lapangan kerja dari upaya hilirisasi nikel pun akan melebar.
Adapun, Kementerian Perdagangan China awal pekan ini berkeras untuk terus mengenakan BMAD pada impor produk baja nirkarat, termasuk dari Indonesia, di tengah upaya negara itu melindungi industri dalam negeri yang terpukul oleh kelebihan pasokan dan ketidakpastian perdagangan yang terus-menerus.
Pungutan BMAD — yang mencakup billet baja nirkarat dan gulungan canai panas dari Uni Eropa, Inggris, Korea Selatan, dan Indonesia — akan tetap berlaku selama lima tahun ke depan.
Pungutan BMAD terhadap produsen Indonesia akan tetap tidak berubah sebesar 20,2%, kata pernyataan dari Kementerian Perdagangan China, Senin (30/6/2025).
Beijing juga mempertahankan bea masuk sebesar 43% untuk semua produk baja nirkarat dari perusahaan-perusahaan Uni Eropa dan Inggris dan 103,1% untuk sebagian besar perusahaan Korea Selatan, menurut pernyataan tersebut.
Pungutan atas produk oleh POSCO Holdings Inc., yang memiliki komitmen harga dengan Pemerintah China, akan tetap sebesar 23,1%.
Di Indonesia, hampir semua produk baja nirkarat berasal dari usaha lokal perusahaan besar China termasuk Tsingshan Holding Group Co. Bersama-sama, RI dan China memproduksi hampir tiga perempat baja tahan karat dunia.
Tsingshan sendiri sudah terpaksa untuk mulai menangguhkan beberapa lini produksi baja nirkaratnya di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Sulawesi Tengah, akibat tekanan harga nikel dan lesunya permintaan dari negara asalnya, China.