Eksplorasi Nikel Didesak Tak Mandek di Tengah Polemik Raja Ampat

Eksplorasi Nikel Didesak Tak Mandek di Tengah Polemik Raja Ampat

Bloomberg Technoz, Jakarta – Kalangan pakar pertambangan menilai eksplorasi nikel di Indonesia timur, termasuk Papua, tidak boleh berhenti; kendati praktik pertambangan di Kabupaten Raja Ampat tengah diberondong kampanye perusakan lingkungan.

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Sudirman Widhy Hartono menggarisbawahi eksplorasi atau proses pencarian deposit/cadangan nikel penting untuk dilanjutkan karena menyangkut validitas informasi mengenai data sumber daya maupun cadangan di suatu negara.

“Data tersebut penting guna menentukan rencana strategis produksi [penambangan] nikel jangka panjang, sebagai bagian dari rencana pembangunan negara,” kata Sudirman, dikutip Selasa (10/6/2025).

Sudirman mengatakan saat ini program eksplorasi di Indonesia masih sangat minimalis, tidak hanya untuk komoditas nikel, tetapi juga terhadap komoditas mineral lainnya seperti tanah jarang.

“Dengan demikian, kami Perhapi sangat mendorong pemerintah maupun sektor swasta untuk terus melakukan program eksplorasi mineral di Indonesia,” ujarnya.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam kunjungan ke tambang nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, Sabtu (7/6/2025)./dok. ESDM
Batasi Eksploitasi

Bukan ksplorasi, terang Sudirman, hal yang harus dikendalikan dan diawasi dengan baik adalah proses eksploitasi atau produksi atau penambangan nikel.

Dia menggarisbawahi pemerintah harus mengevaluasi dan memperketat pengawasan agar eksploitasi atau penambangan nikel tidak dilakukan secara jorjoran, tanpa melihat kondisi permintaan dan situasi pasar.

“Dalam beberapa kesempatan, kami di Perhapi telah menyampaikan perlunya pemerintah untuk melakukan moratorium persetujuan pembangunan smelter-smelter nikel yang baru, guna mencegah produksi nikel yang berlebihan,” kata Sudirman.

Pertambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat akhir-akhir ini menuai sorotan publik, setelah Greenpeace Indonesia mengklaim praktik tambang di kawasan tersebut telah mengakibatkan berbagai kerusakan lingkungan.

Berdasarkan investigasi sementara atas tudingan tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) memastikan kerusakan lingkungan sebagaimana ditudingkan organisasi nirlaba tersebut tidak terjadi.

Di sisi lain, eksplorasi sumber daya nikel di kawasan Indonesia Timur, termasuk Papua, telah lama dipandang sebagai hal urgen oleh pelaku industri pertambangan. Apalagi, berbagai pakar mengestimasikan cadangan tertakar nikel Indonesia hanya tersisa kurang dari 15 tahun lagi.

Dalam kaitan itu, Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mengatakan upaya eksplorasi dan eksploitasi sumber cadangan bijih nikel di Tanah Air urgen dikebut, tetapi acapkali terbentur sengkarut perizinan; mulai dari izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) hingga rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB).

Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin mengatakan di wilayah Papua, Sulawesi, dan Maluku Utara masih banyak harta karun nikel yang belum dibuka lantaran masih terganjal IPPKH dari Kementerian Kehutanan.

“Coba kita berani, mau gali? Kan tidak mungkin. Langsung disegel duluan kita,” ujarnya, ditemui usai agenda di kawasan Bundaran HI, dikutip Selasa (27/5/2025).

Dominasi Indonesia dalam produksi nikel dunia./dok. Bloomberg

Untuk itu, Meidy berharap pemerintah juga bersinergi lebih baik dalam menciptakan iklim perizinan yang lebih ramah bisnis.

Jangan sampai, lanjutnya, penambang yang telah mendapatkan izin usaha pertambangan (IUP) dari Kementerian ESDM tidak bisa mengeksplorasi wilayah kerjanya lantaran tertahan oleh peraturan di Kementerian Kehutanan.

“Di Kementerian Kehutanan itu ada kuota IPPKH. Bisa mengajukan IPPKH, tetapi kuotanya habis. Orang kalau sudah kehabisan kuota, kan tidak bisa [mendapatkan izin]. Mesti ambil dari wilayah lain dahulu, karena kuota-kuota kehutanan terbatas. Akan tetapi di situ ada areal-areal potensi sumber daya alam, bukan hanya nikel. Di Kalimantan juga banyak kasus yang sama.”

Dalam konteks tersebut, Meidy menyebut pemerintah mesti mengambil posisi untuk mempermudah perizinan saat negara lain seperti Filipina sudah bersiap melarang ekspor mineral bijih, termasuk nikel.

Penyebabnya, selama ini industri pengolahan seperti smelter pirometalurgi di dalam negeri masih bergantung pada tambahan pasokan bijih nikel dari Filipina, meski cadangan sumber daya domestik masih banyak.

Menurut International Energy Agency (IEA), tiga produsen nikel terbesar pada 2030 dari sisi pertambangan a.l. Indonesia (62%), Filipina (8%), dan New Caledonia (6%). Dari sisi smelter a.l. Indonesia (44%), China (21%) dan Jepang (6%).

“Pemerintah coba ambil posisi. Smelter yang sudah berproduksi butuhnya berapa [bijih nikel]?  Kalau misalnya 300 juta ton, RKAB sudah 300 juta ton, sudah dong. Kan persetujuan RKAB nikel 2025 sudah dapat 300 juta ton. Akan tetapi, apakah smelter cuma mau pakai sesuai apa yang menjadi demand?” kata Meidy.

— Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi

(wdh)

Sumber : https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/73578/eksplorasi-nikel-didesak-tak-mandek-di-tengah-polemik-raja-ampat

Untuk Pendaftaran Keanggotaan Dapat Menghubungi Bagian Keanggotaan Sekretariat PERHAPI